Banyak Beban! 28 Smelter Nikel di RI Berhenti Operasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membeberkan terdapat setidaknya 28 fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel jenis Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang berhenti beroperasi di Indonesia. Hal ini imbas banyaknya beban yang ditanggung oleh perusahaan.
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan penyetopan operasi smelter RKEF tersebut diantaranya karena terkena dampak dari penerapan kenaikan royalti nikel beberapa waktu belakangan.
"Artinya, kan, penambahan beban ini mengakibatkan dua bulan terakhir ini, dari royalti sudah naik. Ada sekitar, perhitungan kita ada sekitar 28 line RKEF shutdown," ujarnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Rabu (9/7/2025).
Berhenti operasinya 28 smelter RKEF tersebut turut berdampak pada penurunan produksi nikel di Indonesia. Bahkan, beberapa pabrik tunggal pemrosesan nikel juga mengaku tidak mampu dalam menanggung beban royalti yang dikenakan di sektor mineral.
"Nah, itu, kan, mau gak mau sudah, produksi sudah berkurang. Ya, baik dari Tsingshan itu sendiri, kemudian ada beberapa single pabrik juga, mereka sudah gak mampu lagi meng-cover," imbuhnya.
Selain royalti, Meidy juga menyebutkan terdapat tantangan lain yang turut memberatkan pengusaha dalam melakukan operasi. Beberapa diantaranya adalah penetapan Devisa Hasil Ekspor (DHE) menjadi 100%. Belum lagi, para pengusaha juga diwajibkan menggunakan bahan bakar minyak dengan campuran B40.
"Sejak Januari 2025 beban-beban yang kita dapat, nih, ya, baik dari DHE ekspor jadi 100%, B40 yang katanya bentar lagi jadi B50, ya, itu sudah ada kenaikan biaya," paparnya.
Tidak sampai di situ, lanjut Meidy, tarif pajak minimal yang harus dibayarkan oleh perusahaan multinasional (global tax minimum/GMT) juga dinilai memberatkan para pengusaha nikel dalam negeri.
"Kemudian ada juga dari GMT yang hampir 15%. Kemudian ada lagi, nih, yang pajak-pajak yang kayaknya, saya gak tahu, nih, apalagi pajak baru yang kayaknya mau dibebankan oleh Kementerian Keuangan," tandasnya.
(pgr/pgr)