Houthi Menggila Lagi di Laut Merah, Serangan Terbaru Makan Korban Jiwa
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan kembali meningkat di Laut Merah setelah dua serangan berturut-turut yang dilakukan oleh kelompok Houthi terhadap kapal dagang internasional menewaskan tiga awak kapal dan melukai dua lainnya.
Serangan terbaru menimpa kapal kargo berbendera Liberia dan dimiliki oleh perusahaan Yunani, Eternity C, yang menjadi sasaran pada Senin (7/7/2025) malam waktu setempat. Kejadian itu dilaporkan Pasukan Operasi Angkatan Laut Uni Eropa (Operation Aspides) pada Selasa.
Serangan itu terjadi saat kapal sedang berlayar menuju utara ke Terusan Suez. Kapal diserang oleh drone pembawa bom dan pria bersenjata dari perahu kecil.
Meski pengawal keamanan di atas kapal membalas tembakan, kapal tetap mengalami kerusakan parah. Salah satu awak yang terluka dilaporkan kehilangan kakinya. Kapal kini mengapung tanpa kendali di Laut Merah.
"Serangan-serangan ini menunjukkan ancaman nyata yang terus ditimbulkan pemberontak Houthi yang didukung Iran terhadap kebebasan navigasi serta keamanan ekonomi dan maritim regional," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dilansir The Associated Press, Rabu (9/9/2025).
Perusahaan keamanan swasta Ambrey dan Operation Aspides mengonfirmasi bahwa kapal Eternity C membawa 22 kru, terdiri dari 21 warga Filipina dan satu warga Rusia. Hingga Selasa, kru masih terjebak di kapal yang rusak, dan belum ada klaim resmi dari Houthi atas serangan ini, kendati kelompok itu dikenal sering mengklaim serangan beberapa hari setelah kejadian.
Serangan terhadap Eternity C terjadi hanya sehari setelah kapal dagang lainnya, Magic Seas, juga milik Yunani dan berbendera Liberia, diserang secara brutal oleh Houthi. Kelompok itu menggunakan drone, peluncur granat, misil, serta senjata ringan untuk memaksa kru kapal yang membawa pupuk dan baja dari Asia ke Turki itu meninggalkan kapal.
Dalam video propaganda yang dirilis Selasa malam, Houthi menunjukkan adegan saat mereka menyerbu Magic Seas, meneriakkan slogan anti-Amerika dan anti-Israel, dan kemudian meledakkan kapal tersebut hingga tenggelam. Video ini mengingatkan pada aksi serupa terhadap tanker Sounion pada Agustus 2024.
Uni Eropa mengecam keras serangan-serangan ini, menyebutnya sebagai "eskalasi serius yang mengancam keamanan maritim di jalur perdagangan vital bagi kawasan dan dunia."
"Serangan-serangan ini secara langsung mengancam perdamaian dan stabilitas regional, perdagangan global, dan kebebasan navigasi sebagai kepentingan publik dunia," kata pernyataan resmi UE.
PBB juga turut mengecam. "Kami sangat khawatir atas eskalasi yang terjadi," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, seraya menyerukan Houthi untuk mematuhi resolusi Dewan Keamanan yang menuntut penghentian segera semua serangan.
Pemerintah Yaman dan pasukan UE menyalahkan Houthi secara langsung. Sementara itu, Uni Emirat Arab mengatakan bahwa kapal penyelamat milik Abu Dhabi Ports telah menyelamatkan seluruh kru Magic Seas. Pemerintah Filipina mengonfirmasi bahwa 17 warganya berada di Magic Seas dan 21 lainnya di Eternity C.
Kelompok Houthi sebelumnya telah meluncurkan lebih dari 100 serangan terhadap kapal niaga antara November 2023 hingga Januari 2025 sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas dalam perang di Gaza. Dua kapal telah ditenggelamkan dan empat pelaut tewas dalam rangkaian serangan tersebut.
Serangan-serangan ini sempat terhenti setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump meluncurkan operasi udara besar-besaran yang disebut berhasil membuat Houthi menyatakan berhenti menyerang kapal. Namun, serangan pada awal Juli ini menunjukkan kemungkinan dimulainya kembali kampanye militer Houthi di Laut Merah.
"Serangan ini mengaburkan klaim AS bahwa Operasi Rough Rider telah membawa ketenangan di Laut Merah," kata lembaga pemikir Soufan Center yang berbasis di New York.
"Meski begitu, tampaknya AS tidak akan melakukan intervensi lebih lanjut kecuali kampanye Houthi ini berkembang menjadi serangan yang lebih luas dan berkelanjutan."
Serangan ini terjadi bersamaan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Washington untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata dengan Hamas. Analis menilai bahwa aksi Houthi ini juga berkaitan dengan ketegangan geopolitik yang lebih luas, termasuk tekanan terhadap jaringan sekutu Iran yang belakangan ini mengalami serangan udara dari Israel dan AS.
"Jika saya harus menebak, ini mungkin terkait dengan kehadiran Netanyahu di Washington dan tekanan yang terus dialami Iran dan sekutunya dalam beberapa bulan terakhir," kata Wolf-Christian Paes dari International Institute for Strategic Studies.
Jalur pelayaran Laut Merah yang menghubungkan Eropa, Asia, dan Afrika adalah salah satu jalur dagang paling vital di dunia, dengan sekitar US$1 triliun barang bergerak melaluinya setiap tahun. Kampanye Houthi sebelumnya menyebabkan penurunan signifikan dalam volume perdagangan yang melewati jalur tersebut.
(luc/luc)