Putin & Xi Jinping Absen di Pertemuan BRICS, Ada Apa?

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
05 July 2025 22:00
Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Tiongkok Xi Jinping menghadiri parade militer pada Hari Kemenangan, menandai peringatan 80 tahun kemenangan atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua, di Lapangan Merah di pusat kota Moskow, Rusia, 9 Mei 2025. (Sergei Bobylyov/Host agency RIA Novosti/Handout via REUTERS)
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Tiongkok Xi Jinping menghadiri parade militer pada Hari Kemenangan, menandai peringatan 80 tahun kemenangan atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua, di Lapangan Merah di pusat kota Moskow, Rusia, 9 Mei 2025. (via REUTERS/Sergei Bobylyov)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping dipastikan tidak akan datang dalam pertemuan puncak BRICS di Brazil esok hari, Minggu (5/7/2025).

Hal ini memicu pertanyaan apakah perluasan negara-negara anggota BRICS telah mengurangi nilai ideologis bagi kedua negara pendiri, China dan Rusia.

Dikutip dari The Guardian, Xi Jinping kerap menghadiri pertemuan puncak BRICS selama 12 tahun terakhir. Namun, kali ini tidak hadir.

Tidak ada alasan resmi yang diberikan dan China mengirim perdana menteri, Li Qiang untuk hadir di Brazil esok.

Sementara itu, Putin tengah menghadapi surat perintah penangkapan pengadilan pidana internasional (ICC). Banyak pihak menduga dia memutuskan untuk tidak melakukan perjalanan ke Rio de Janeiro sebagai tanda hormat kepada Brazil yang merupakan penanda tangan undang-undang ICC.

Ini bukan kali pertama Putin tidak hadir di pertemuan BRICS. Sebelumnya pada 2023, dia memutuskan tidak hadir di pertemuan puncak BRICS di Afrika Selatan.

Saat itu, Presiden Cyril Ramaphosa tidak dapat memberikan jaminan apa pun jika Putin ditangkap di Afrika Selatan. Putin dituduh oleh ICC berperan dalam penculikan dan deportasi puluhan ribu anak-anak Ukraina.

BRICS, pada perkembangannya, sering sebagai alternatif kelompok negara berkembang untuk mengimbangi kekuatan kelompok negara G7. Dua tahun terakhir, BRICS telah mengalami perluasan pesat baru-baru ini. BRICS, menurut pandangan global, pada prosesnya telah mengencerkan koherensi kapitalisme barat yang diwakili oleh G7.

Anggota pendirinya adalah Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Namun, kelompok tersebut tahun lalu berkembang hingga mencakup Indonesia, Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, negara-negara dalam berbagai tahap pembangunan ekonomi dan dengan berbagai tingkat antagonisme terhadap barat.

Penambahan tersebut membuat badan tersebut condong ke arah autokrasi, membuat Brazil, Afrika Selatan, dan India merasa tidak nyaman.

Brazil mengatakan pengelompokan BRICS hanyalah salah satu tanda tatanan dunia baru yang sedang muncul. Berbicara baru-baru ini di Overseas Development Institute, mantan menteri luar negeri Brazil dan duta besar saat ini untuk Inggris, Antonio Patriota, mengatakan kebijakan luar negeri Donald Trump yang mengutamakan Amerika akan mengubah tatanan dunia dari AS sebagai negara adikuasa menjadi dunia multipolar dengan kekuatan yang tersebar lebih merata.

"AS, melalui kebijakannya, termasuk mengenai tarif dan kedaulatan, tengah mempercepat transisi menuju multipolaritas dengan berbagai cara," kata Patriota.

Ia menambahkan bahwa aliansi baru lain kemungkinan akan terbentuk dan akan menantang distribusi kekuasaan saat ini.

"Sulit untuk membantah saat ini bahwa Eropa sependapat dengan kebijakan AS mengenai perdagangan atau keamanan atau mengenai keberlanjutan demokrasi, misalnya. Jadi, yang dulunya hanya ada satu kutub barat yang unik, kini mungkin ada dua," tegasnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia Resmi Gabung NDB, Apa Untungnya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular