RI Bangun Pabrik Baterai EV Raksasa, Tapi Sayang Tak Punya Lithium

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 04/07/2025 13:35 WIB
Foto: Foto udara suasana pembangunan ekosistem industri kendaraan listrik terintegrasi di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025). (Cahyo - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini tengah membangun ekosistem pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) terintegrasi yang diklaim terbesar di Asia. Hal itu didukung dengan besarnya cadangan bahan baku utama komponen baterai, yakni nikel.

Namun sayangnya, bahan baku penting lainnya, yakni lithium, belum ada di Indonesia.

Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengungkapkan hanya satu komponen baterai yakni lithium yang belum tersedia di Indonesia. Meski belum ada lithium, pihaknya akan memenuhi kebutuhan tersebut melalui pasokan dari negara lain, seperti Australia.


Walaupun memang, lanjut Toto, jumlah lithium yang dibutuhkan tidak terlalu besar, hanya 7% dari keseluruhan komponen sel baterai.

"Jadi kalau lithium itu, sekarang kan yang ada itu banyak dari Australia, sama dari Amerika Selatan. Tapi lithium itu cuma 7% dari si baterainya secara benar-benar," katanya saat ditemui di Artha Industrial Hill (AIH) & Karawang New Industry City (KNIC), Karawang, Jawa Barat, dikutip Jumat (4/7/2025).

Namun demikian, menurutnya Indonesia masih memiliki peluang untuk bisa memproduksi lithium, yakni berasal dari air dari sumber panas bumi (brine geothermal). Namun sayang, ini belum dieksplorasi lebih lanjut.

"Tapi itu satu hal yang menurut saya untuk sementara kan tidak semua negara memiliki mineral yang cukup untuk baterai. Jadi Allah itu maha adil. Seluruh mineral itu disebar di seluruh dunia. Jadi kita saling melengkapi sebenarnya," tambahnya.

Proyek Ekosistem Baterai Terintegrasi

Proyek ekosistem baterai terintegrasi hulu-hilir tersebut dioperasikan oleh PT Aneka Tambang (Antam), PT Indonesia Battery Corporation (IBC), dan perusahaan asal China yakni Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) yang merupakan perusahaan patungan dari CATL, Brunp dan Lygend.

Adapun, total investasi keseluruhan proyek baterai terintegrasi hulu-hilir tersebut mencapai US$ 5,9 miliar atau setara Rp 96,04 triliun (asumsi kurs Rp 16.278 per US$).

Proyek tersebut terdiri dari total enam usaha patungan (Joint Venture/JV) mulai dari proyek hulu hingga hilir. Detailnya, JV satu hingga tiga merupakan ekosistem baterai di sisi hulu. Sedangkan, JV empat hingga enam merupakan ekosistem baterai di sisi hilir.

Hulu:

JV 1: Proyek pertambangan nikel PT Sumberdaya Arindo (SDA) kapasitas produksi nikel saprolite 7,8 juta wet metric ton (wmt) dan limonite 6 juta wmt, total 13,8 juta wmt dengan porsi kepemilikan saham PT Antam sebesar 51% dan CBL sebesar 49%. Proyek ini sudah mulai berproduksi sejak tahun 2023 lalu.

JV 2: Proyek fasilitas pemurnian dan pemrosesan (smelter nikel) jenis Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) PT Feni Haltim (FHT) kapasitas 88 ribu ton refined nickel alloy per tahun dengan porsi kepemilikan saham CBL 60% dan PT Antam sebesar 40%. Proyek ini ditargetkan berproduksi pada tahun 2027 mendatang.

JV 3: Proyek fasilitas pemurnian dan pemrosesan (smelter nikel) jenis High Pressure Acid Leaching (HPAL) PT Nickel Cobalt Halmahera (HPAL JVCO) kapasitas 55 ribu ton MHP per tahun dengan porsi kepemilikan saham CBL 70% dan PT Antam sebesar 30%. Proyek ini ditargetkan berproduksi pada tahun 2028 mendatang.

Hilir:

JV 4: Proyek material baterai yang akan memproduksi bahan katoda, kobalt sulfat, dan prekursor terner kapasitas 30 ribu ton Li-hydroxide berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan porsi kepemilikan saham CBL 70% dan PT IBC sebesar 30%. Proyek ini ditargetkan berproduksi pada tahun 2028 mendatang.

JV 5: Proyek sel baterai PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB) berlokasi di Artha Industrial Hill (AIH) & Karawang New Industry City (KNIC). Proyek ini terbagi menjadi fase 1 dengan kapasitas 6,9 GWh/tahun dan fase 2 kapasitas 8,1 GWh/tahun, total kapasitas 15 GWh/tahun. Adapun, porsi kepemilikan saham CBL 70% dan PT IBC sebesar 30%. Proyek ini ditargetkan mulai berproduksi pada tahun 2026 mendatang untuk fase 1, dan pada tahun 2028 mendatang untuk fase 2.

JV 6: Proyek daur ulang baterai berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara kapasitas 20 ribu ton logam/tahun dengan porsi kepemilikan saham CBL 60% dan PT IBC sebesar 40%. Proyek ini ditargetkan tahun 2031 mendatang.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Resmikan Proyek Baterai EV Terbesar Asia Rp 96 Triliun