Internasional

Deal! Trump Turunkan Tarif Impor Vietnam Jadi 20%, Bagaimana Nasib RI?

luc, CNBC Indonesia
03 July 2025 05:38
Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato tentang tarif di Rose Garden di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 2 April 2025. (REUTERS/Carlos Barria)
Foto: Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato tentang tarif di Rose Garden di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 2 April 2025. (REUTERS/Carlos Barria)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat mengumumkan kesepakatan dagang baru dengan Vietnam yang secara signifikan menurunkan tarif impor menjadi 20%, lebih rendah dari yang dijanjikan sebelumnya, dalam upaya meredakan ketegangan menjelang tenggat kebijakan tarif besar-besaran yang dijadwalkan berlaku pada 9 Juli mendatang.

Presiden Donald Trump pada Rabu (2/7/2025) waktu setempat menyampaikan bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil dari pembicaraan langsungnya dengan pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam.

"Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk mengumumkan bahwa saya baru saja membuat kesepakatan dagang dengan Republik Sosialis Vietnam," tulis Trump di platform Truth Social.

Menurut Trump, barang-barang ekspor dari Vietnam kini akan dikenai tarif 20%, jauh lebih rendah dibandingkan rencana tarif 46% yang diumumkan pada April lalu. Namun, barang-barang yang dikirim ulang dari negara ketiga, seperti China melalui Vietnam, akan tetap dikenai tarif lebih tinggi sebesar 40%.

Trump juga menambahkan bahwa Vietnam akan menerima barang-barang asal AS tanpa bea masuk alias tarif 0%.

Sementara itu, pemerintah Vietnam dalam pernyataannya membenarkan telah menyepakati sebuah kerangka kerja perdagangan bersama dengan AS, namun tidak merinci angka-angka tarif seperti yang disebutkan oleh Trump.

Pemerintah Hanoi menyebutkan bahwa mereka akan memberikan akses pasar yang lebih menguntungkan untuk barang-barang AS, termasuk mobil bermesin besar.

Kesepakatan ini datang hanya beberapa hari sebelum tenggat 9 Juli, di mana Trump berencana menaikkan tarif impor terhadap sebagian besar barang dari negara-negara mitra dagang utama AS jika kesepakatan bilateral belum tercapai. Kebijakan ini menjadi salah satu ciri khas ekonomi Trump yang kontroversial dan berdampak global.

Sejak Trump memberlakukan tarif terhadap ratusan miliar dolar barang asal China pada masa jabatan pertamanya (2017-2021), perdagangan AS dengan Vietnam melonjak drastis.

Data dari Biro Sensus AS menunjukkan ekspor Vietnam ke AS meningkat hampir tiga kali lipat dari kurang dari US$50 miliar pada 2018 menjadi sekitar US$137 miliar pada 2024. Namun, ekspor AS ke Vietnam hanya naik sekitar 30% dalam periode yang sama.

Lonjakan tersebut didorong oleh perusahaan-perusahaan AS yang mencari jalan alternatif untuk menghindari tarif tinggi atas produk asal China. Banyak perusahaan memindahkan proses akhir produksi ke Vietnam sebelum mengirimkannya ke AS, strategi yang dikenal sebagai transshipment.

"Transshipment adalah istilah yang samar dan sering dipolitisasi dalam penegakan perdagangan. Bagaimana ia didefinisikan dan diterapkan akan membentuk masa depan hubungan dagang AS-Vietnam," ujar Dan Martin, penasihat bisnis di Dezan Shira & Associates, dikutip dari Reuters.

Kesepakatan dengan Vietnam menjadi dorongan politik penting bagi Trump, yang tengah berupaya menyelesaikan kesepakatan dagang dengan lebih dari selusin negara sebelum kebijakan tarif baru berlaku.

Sejauh ini, kesepakatan dengan negara lain seperti Inggris, India, dan China hanya bersifat terbatas dan belum menyentuh akar perbedaan. Perundingan dengan Jepang bahkan dikabarkan mengalami kebuntuan.

Perundingan dengan Indonesia, yang menghadapi tarif 32%, juga belum menghasilkan kata sepakat.

Menurut lembaga kajian CSIS, kebijakan Trump yang semula akan memberlakukan tarif 46% sempat menimbulkan kekhawatiran di Hanoi bahwa Vietnam akan kehilangan daya saing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Langkah tersebut juga dinilai bisa mengganggu kepercayaan dan kerja sama keamanan antara kedua negara.

"Jika Trump tetap pada tarif 46%, itu akan merugikan Vietnam secara kompetitif, khususnya di Asia Tenggara," kata Murray Hiebert, peneliti senior Program Asia Tenggara di CSIS.

"Hal ini bisa menggerus kepercayaan Vietnam pada AS dan membuat mereka mengurangi kerja sama keamanan dengan Washington, terutama di saat China mengalihkan perhatiannya dari Vietnam ke Filipina di Laut China Selatan."

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Dagang Trump: Tarif Impor 104% untuk China Berlaku Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular