Pasar Kramat Jati Sepi, Banyak Kios Tutup-Pembeli Satu per Satu Hilang
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi Pasar Kramat Jati Jakarta Timur pun tak luput diterpa sepinya pelanggan, menambah daftar pasar di Jakarta yang kondisinya makin sepi. Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia di pasar tersebut pada Selasa (1/7/2025), tampak pengunjung di bagian lobby masih cukup ramai. Namun tidak seramai seperti kondisi normal.
Kemudian menuju ke dalam pasar, tampak pengunjung makin sepi. Dari lobby pasar hingga tengah, kondisi kios yang masih buka cukup banyak. Namun jika masuk lebih dalam, kondisinya makin mengkhawatirkan.
Tutupnya kios-kios yang berada di belakang Pasar Kramat Jati disebabkan karena banyaknya pedagang yang hengkang akibat pelanggan yang semakin sepi. Beberapa pedagang pun mengeluh makin sepinya pelanggan, meski lokasi pasar cukup strategis berada di depan jalan Kramat Jati dan musim liburan sekolah.
Joko, pedagang seragam sekolah dan beberapa alat tulis sekolah mengaku pelanggan tetap sepi meski sudah memasuki libur sekolah, di mana biasanya para orang tua akan mulai mencari kebutuhan anaknya untuk bersekolah.
"Kondisinya ya begini, ada pelanggan, tapi ya paling satu sampai tiga, mungkin belum ramai sekali karena baru libur," kata Joko saat ditemui wartawan CNBC Indonesia, Selasa (1/7/2025).
Joko mengungkapkan kondisi sepi pelanggan sudah terjadi dalam dua tahun terakhir. Namun, Ia mengaku pada saat pandemi Covid-19, pelanggan justru ramai.
"Sudah dua tahun kondisinya begini, cuma saat Covid-19, sempat ramai, padahal anak-anak kan tidak bersekolah, alias sekolahnya di rumah saja," tambah Joko.
Joko menambahkan pelanggan ramai ketika bantuan dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) sudah turun, sehingga para orang tua mulai mencari-cari kebutuhan anaknya untuk bersekolah.
"Biasanya sih ya ramai ketika uang bantuan dari KJP sudah turun, tapi kalau tahun ini, mungkin sedikit sulit kita prediksi," ujar Joko.
Omzet yang didapat pun turun drastis. "Dulu ketika masih ramai, bisa dapat jutaan rupiah, ya puluhan juta lah, apalagi pas libur sekolah, para orang tua mulai berbelanja kebutuhan sekolah, sekarang sepertinya turun ya, sejuta saja tidak dapet," kata Joko.
Menurutnya, makin eksisnya penjualan online membuat pelanggan turun drastis karena kini pelanggan tak perlu datang ke pasar, bisa membeli di rumah.
"Ada pengaruh online juga, sekarang seragam sekolah juga bisa dicari di toko online, jadi ya berdampak ke kami, cuma memang yang buat paling berat ya daya beli sih," ungkapnya.
Maya, pedagang perhiasan emas di Pasar Kramat Jati, juga mengaku demikian meski tokonya sempat ramai pada Ramadan dan Lebaran tahun ini.
"Pelanggan hitungannya sepi, paling ya ada kesini buat jualin perhiasan emasnya untuk kebutuhan anak sekolah, kalau yang beli, mungkin karena harga emas lagi turun, ya belum ada lagi," kata Maya.
Maya mengaku tokonya sempat dipadati oleh pelanggan beberapa hari sebelum Lebaran tahun ini.
"Pas beberapa hari sebelum lebaran, sempat ramai karena harga emas lagi naik-naiknya, ngantri berbondong beli, tapi sekarang mulai turun dan paling ya ada pelanggan yang mau jual perhiasan emas," tambah Maya.
Maya menambahkan bahwa pihaknya menjual perhiasan dengan jenis emas muda, sehingga tak banyak orang yang dengan cepat menjualnya kembali.
"Kami disini jual emas muda, jadi mereka beli emas, megangnya gak lama, setelah itu jual lagi, beli sebelum lebaran, jual lagi setelah lebaran," ujarnya.
Sementara itu Marinah, pedagang warung makan di pasar tersebut mengaku kini harus menjalani kehidupan yang berat karena makin sepinya pelanggan.
"Pelanggan sudah hampir tidak ada, dulu waktu masih ramai, saya kalau udah jam 2 siang, sudah bisa mulai istirahat karena makanan sudah habis, kalau sekarang, jam 4 sore aja masih sisa banyak," keluh Marinah.
Alhasil, omzetnya turun drastis, di mana saat masih ramai Ia mengaku bisa mendapatkan Rp 5 juta per hari, kini untuk mencapai ratusan ribu rupiah saja cukup sulit.
"Kalau dulu masih ramai, ya saya bisa dapat sampai Rp 5.000.000, sekarang mah dapet berapa saja sudah bersyukur, ratusan ribu saja susah," ungkap Marinah.
Bahkan, Marinah terpaksa harus menurunkan harga untuk menarik pelanggan untuk membeli makanannya.
"Ya mau tidak mau, terpaksa, saya turunin sedikit harganya, kita tambahin makanan yang bisa bikin orang tertarik, demi menambah omzet, kalau tidak, ya kita bagaimana kalau kondisinya begini terus," ujarnya.
Tak hanya itu saja, Marinah juga mengeluh karena biaya listrik yang harus ditanggung tetap dibayar normal tanpa kompensasi. Padahal, pendapatannya sudah turun drastis.
"Yang lebih parah, kami seperti ini kondisinya, tapi bayar listrik jalan terus, bayar normal pula," terangnya.
Sebagai catatan pihak pengelola Pasar Kramat Jati sudah memberikan izin bagi tim CNBC Indonesia untuk melihat langsung kondisi pasar dan memberikan pendampingan peliputan. Namun yang bersangkutan tidak berkeinginan memberikan komentar soal sepinya kondisi Pasar Kramat Jati.
(chd/wur)