Duh, Setoran Perusahaan Migas Tahun Ini Diramal Seret, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan penerimaan negara dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) hingga akhir tahun ini tidak akan mencapai target yang telah ditentukan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya memproyeksikan penerimaan negara dari hulu migas "hanya" sebesar US$ 10,8 miliar atau 81% dari target APBN 2025. Negara menargetkan penerimaan negara dari sektor hulu migas pada 2025 ini mencapai US$ 13,03 miliar.
Dia menyebut, proyeksi ini dipicu karena realisasi harga minyak lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN 2025. Adapun realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) hingga Mei 2025 tercatat baru sebesar US$ 70,05 per barel, lebih rendah dari asumsi APBN sebesar US$ 82 per barel.
Diperkirakan, hingga akhir tahun rata-rata ICP "hanya" mencapai US$ 65-77 per barel.
"Perkiraan akhir tahun sebesar US$ 10,8 miliar atau 81%, karena harga minyak yang di bawah APBN," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (2/7/2025).
Dia membeberkan, penerimaan negara dari sektor hulu migas hingga Mei 2025 ini sebesar US$ 5,18 miliar atau setara Rp 83,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.197 per US$).
Realisasi penerimaan negara dari hulu migas tersebut terhitung baru 39,8% dari target yang telah ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar US$ 13,03 miliar atau setara Rp 211,04 triliun.
"Penerimaan negara, sampai dengan Mei (2025) US$ 5,18 miliar atau 39,8% (dari target APBN)," katanya.
Rendahnya realisasi dari target yang telah ditentukan tahun ini dinilai karena harga minyak mentah yang di bawah asumsi sejak awal tahun 2025.
"Ini dikarenakan harga minyak yang turun, targetnya adalah US$ 82 (per barel), tapi realisasinya itu angkanya US$ 65-77 per barel," paparnya.
(wia/wia)