Ekonomi 2026 Bakal Gelap, Ini Desain Lengkap APBN Tahun Kedua Prabowo
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah merancang Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal beserta RAPBN 2026 untuk mengantisipasi besarnya tekanan ekonomi global.
Saat pembahasan awal KEMPPKF dan RAPBN 2026 bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kondisi perekonomian pada 2026 tak akan lebih baik dari 2025. Ia mendasari dari pemburukan konflik geopolitik di berbagai negara.
Sri Mulyani mengatakan, perang tarif hingga perang bersenjata di berbagai belahan dunia telah membuat Trade Policy Uncertainty Index terus meroket dari kisaran 1.000 menjadi hampir menembus level 8.000 pada tahun ini. Demikian juga Volatility Index (VIX) di pasar keuangan yang terus bergerak naik.
"Ini yang kita pastikan di 2026 tidak menurun. Jadi dinamikanya itu bukannya membaik malah justru akan melonjak, karena kebetulan beberapa di drive geopolitik yang tentu kepentingan itu tidak bisa direkonsiliasikan," ujar Sri Mulyani di Gedung Parlemen, Jakarta, dikutip Rabu (2/7/2025).
Oleh sebab karena itu, ia mengatakan, pemerintah telah merancang APBN 2026 dengan menyesuaikan kondisi ekonomi global yang sangat dinamis, supaya bisa membantu perekonomian domestik, sekaligus melanjutkan agenda-agenda pembangunan beserta reformasi struktural.
Khusus untuk asumsi makro, Sri Mulyani mengatakan, desainnya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 ialah di rentang 5,2%-5,8%, inflasi 1,5%-3,5%, yield SBN tenor 10 tahun 6,6-7,2%, nilai tukar rupiah Rp 16.500-16.900 per dolar AS, hingga harga minyak mentah Indonesia atau ICP US$ 60-80 dolar per barel.
Sementara itu, untuk lifting minyak 600 ribu-605 ribu, lifting gas 953 ribu-1,17 juta setara minyak per hari, tingkat kemiskinan 6,5-7,5% pada 2026, tingkat pengangguran diperkirakan akan berada di kisaran 4,5-5%, dan rasio gini 0,379-0,382.
Adapun untuk desain APBN 2026, rancangannya ialah defisit yang batas bawahnya 2,48% dan batas atas 2,53% terhadap produk domestik bruto atau PDB, pendapatan negara 11,71% sampai dengan 12,22%, serta belanja negara yang dirancang di kisaran 14,19% hingga 14,75% terhadap PDB.
"Desain dari APBN 2026 adalah tetap dengan desain defisit antara 2,48%-2,53% terhadap PDB karena kebutuhan belanja investasi dan memperbaiki berbagai masalah struktural masih cukup besar," ucap Sri Mulyani.
Detail untuk komponen penerimaan negara ialah penerimaan pajak yang targetnya akan ada di kisaran 8,9%-9,24% PDB, kepabeanan dan cukai 1,18%-1,21% terhadap PDB, penerimaan negara bukan pajak atau PNBP 1,63%-1,76%, serta hibah 0,002%-0,003% dari PDB.
Sedangkan, untuk detail belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat yang rentang desainnya 11,41% sampai dengan 11,86%, dan transfer ke daerah 2,78% sampai 2,89%. Sementara itu, keseimbangan primer defisitnya akan berada si rentang 0,18% sampai 0,22%, serta pembiayaan 2,48%-2,53%.
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan strategi ekonomi dan fiskal 2026 yang akan fokus pada kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi. Seluruh fokus agenda itu untuk melanjutkan agenda pembangunan Prabowo yang digariskan dalam 8 poin.
Agenda pembangunan itu terdiri dari ketahanan pangan, makan bergizi gratis, program kesehatan, pertahanan semesta, ketahanan energi, program pendidikan, pembangunan desa, koperasi dan UMKM, akselerasi investasi dan perdagangan global.
(arj/haa)