
Impor Kayu Log-Peti Masuk Paket Deregulasi, Apa Alasan Pemerintah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi melonggarkan aturan impor produk kehutanan, termasuk kayu log, kayu lapis, hingga peti kayu, dalam paket deregulasi tahap pertama. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat industri dalam negeri tanpa membebani sumber daya hutan lokal.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan, produk kehutanan menjadi salah satu dari 10 komoditas yang masuk dalam daftar relaksasi impor. Menurutnya, kebanyakan barang dalam kelompok ini merupakan bahan baku industri, sehingga perlu diberi kemudahan, agar sektor industri tetap berjalan tanpa harus mengeksploitasi hutan Indonesia.
"Jadi untuk kebijakan impor ada 10 komoditas yang kita lakukan relaksasi, yang pertama adalah produk kehutanan. Jadi produk ini sebenarnya lebih banyak produk-produk kayu untuk kebutuhan industri atau bahan baku," kata Budi dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (30/6/2025).
"Ya ini dipermudah impornya, tanpa persetujuan impor, tetapi tetap menggunakan deklarasi impor dari Kementerian Teknis," sambungnya.
Ia menekankan, produk kehutanan menjadi komoditas dengan jumlah kode HS (Harmonized System) terbanyak yang terkena deregulasi dibanding komoditas lain.
"Jadi ini kebanyakan memang produk-produk untuk kebutuhan industri. Jadi sebagian besar produk kehutanan yang diimpor ini merupakan bahan baku untuk industri. Ya sehingga perlu dilakukan deregulasi. Misalnya ini adalah kayu log, kayu lapis, peti, kotak kayu, dan sebagainya," ujar Budi.
Meskipun persetujuan impor (PI) dihapus, lanjutnya, mekanisme pengawasan tetap dilakukan. Pemerintah mewajibkan adanya deklarasi impor dari Kementerian Kehutanan untuk memastikan legalitas dan ketertelusuran kayu dari luar negeri.
"Nah yang kedua, ini juga tetap ada deklarasi impor ya dari Kementerian Kehutanan, karena untuk mengetahui ketertelusuran legalitas kayu tersebut ya dari luar negeri," jelasnya.
Budi menegaskan, relaksasi impor pada produk kayu hanya mencakup penghapusan Persetujuan Impor (PI), bukan penghapusan seluruh regulasi. Ia menjelaskan, langkah ini diambil semata-mata untuk mencegah eksploitasi hutan dalam negeri.
"Produk ini hanya dihilangkan PI-nya ya, jadi persetujuan impornya tidak ada. Kenapa dipermudah (atau) dilakukan relaksasi? Karena biar tidak ada atau tidak terjadi eksploitasi hutan di dalam negeri," tegas Budi.
"Jadi kalau kita dapat impor kayu dari luar negeri kita permudah, tapi tetap ketertelusuran legalitas kayunya ada bentuk deklarasi impor dari Kementerian Kehutanan," imbuhnya.
Menhut Setuju
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni juga menegaskan, deregulasi ini telah melalui pembahasan lintas kementerian/lembaga, dan merupakan bagian dari upaya kolektif mendukung iklim investasi.
"Jadi sekali lagi saya ingin menjelaskan kembali, komitmen Kementerian Kehutanan untuk menyetujui, sepakat, karena ini bagian dari kerja tim, paket deregulasi ini memang sudah kita kerjakan bersama-sama," ujarnya.
Raja Juli menyebut ada 441 jenis produk kehutanan yang termasuk dalam kebijakan deregulasi ini. Mayoritas berupa bahan baku industri seperti vinyl, particle board, wooden board, dan kayu lapis.
"Seperti yang dijelaskan tadi oleh Pak Menteri Perdagangan, bahwa 441 ini adalah detail produk-produk kehutanan, terutama bahan baku industri seperti vinyl, particle board, wooden board, kayu lapis dan sebagainya," terang dia.
"Ini bagian dari yang akan kita kelola dengan baik regulasinya, sehingga memudahkan ada kepastian hukum. Yang kedua, ini juga bagian dari ease of doing business untuk meningkatkan investasi dan juga membangun lapangan kerja," tutur Raja Juli.
![]() Menteri Kehutanan (Menhut) RI, Raja Juli dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bersama terkait deregulasi kebijakan impor dan deregulasi kemudahan berusaha di Kementrian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hadapi Trump, Chatib Basri Sarankan Pemerintah Ikut Cara Orde Baru
