Keras! Nusron Ingatkan Kepala Daerah Lindungi Sawah-Gagal Bisa Bahaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengingatkan para kepala daerah berhati-hati keluarkan izin alih fungsi lahan. Terutama izin atas lahan sawah yang telah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Hal itu disampaikan kepada 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Orientasi Kepemimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 Gelombang II di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sumedang, Rabu (25/06/2025).
Dia menegaskan pentingnya pengendalian penggunaan lahan dalam menghadapi kebutuhan pembangunan nasional. Seperti swasembada pangan, hilirisasi energi, dan penyediaan rumah murah. Tanpa pengaturan yang cermat, ujarnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut berpotensi tumpang tindih.
"Yang boleh dikeluarkan izinnya hanya untuk lahan non-LP2B. Sawah LP2B itu mutlak tidak boleh dialihfungsikan. Ini penting saya tekankan kepada para bupati dan wali kota karena banyak sawah hilang akibat rekomendasi yang tidak tepat," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (26/6//2025).
"Rumah murah butuh lahan murah. Pilihannya tinggal sawah atau kebun. Kalau sawah terus dikonversi jadi rumah, kita akan kehilangan lahan produktif dan gagal mewujudkan swasembada pangan. Karena itu, harus ada pengaturan yang tegas," tambah Nusron.
Disebutkan, pemerintah telah menetapkan sistem LP2B sebagai lahan sawah yang secara permanen dipertahankan untuk pertanian. Penetapan lahan LP2B merupakan kewenangan pemerintah daerah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan 87% dari total Lahan Baku Sawah (LBS) harus masuk ke dalam kategori LP2B.
"Jika lahan LP2B hendak dialihfungsikan, maka wajib diganti dengan lahan lain yang memiliki kualitas dan produktivitas setara," tukasnya.
Jurus Cegah Sengketa Tanah
Dalam kesempatan itu, Nusron juga mengingatkan Kepala Daerah aktif menyosialisasikan pentingnya pemasangan tanda batas tanah kepada masyarakat. Langkah ini dinilai krusial dalam mencegah sengketa pertanahan yang masih sering terjadi di berbagai daerah.
"Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengetahui dan menjaga tanda batas tanah sering kali memicu sengketa, bahkan terjadi tukar batas dengan lahan di sebelahnya," ucap Nusron.
"Sudah saatnya pemerintah bersama menyosialisasikan gerakan pemasangan tanda batas tanah ini, agar tidak terus terjadi konflik tapal batas antar warga," tambahnya.
Menurutnya, sejak tahun 2023, Kementerian ATR/BPN telah menggulirkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS) sebagai bagian dari upaya mengedukasi masyarakat. Kampanye gerakan tersebut, sebutnya, tidak akan berhasil tanpa dukungan kepala daerah sebagai ujung tombak di wilayahnya masing-masing.
Dia juga menyoroti banyaknya bidang tanah yang belum terpetakan dan belum disertipikatkan. Nusron mengimbau kolaborasi yang lebih luas, mulai dari pemerintah daerah, perangkat desa, hingga organisasi profesi.
Dia mengungkapkan, hingga Juni 2025, capaian pendaftaran tanah nasional menunjukkan progres positif. Sebanyak 122,5 juta bidang tanah telah berhasil didaftarkan dari target 126 juta bidang. Dari jumlah tersebut, 96,4 juta bidang tanah telah bersertipikat.
"Untuk persoalan seperti itu, kepala daerah bisa bekerja sama dengan perangkat desa, dengan asosiasi profesi di bidang pengukuran dan pemetaan untuk sama-sama melengkapi sertipikat tersebut," ujarnya.
"Jadi tugas kita melanjutkan bidang-bidang tanah yang belum terdaftar dan belum bersertipikat. Karena itu, Bapak/Ibu sekalian, kami tunggu kerja samanya ya," pungkas Nusron.
(dce/dce)