
INDEF dan Guru Besar IPB Kasih Masukan ke Kementan Soal Pupuk Subsidi

Daftar Isi
- A. Penyiapan dan Pembinaan Gapoktan dan Koperasi sebagai Penyalur Pupuk Bersubsidi
- B. Pemilihan Gapoktan dan Koperasi dan Pembagian Wilayah Tanggung Jawab Penyaluran Pupuk Bersubsidi
- C. Kesiapan Permodalan Gapoktan dan Koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi
- D. Verifikasi, Validasi, dan Pengawasan Laporan Penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Gapoktan dan Koperasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti kebijakan pemberian pupuk bersubsidi melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025. INDEF memberikan masukan terkait beberapa pasal yang dinilai masih kurang efektif.
Pertama, dalam pasal 15 Permentan tersebut, INDEF memberikan catatan prosedur yang diatur terlalu kompleks, sehingga banyak pihak yang harus dilapori dan dapat berujung terhadap kesulitan para petani.
"Kalau kita lihat, kalau untuk mendapatkan subsidi pupuk, kok harus wajib lapor ke sana, kemari, jadi itu menurut saya terlalu kompleks," ungkap Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti saat memberikan paparannya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh IPB University, Selasa (17/6/2025).
Kedua, dalam pasal 16, pemerintah seharusnya mendorong produksi pupuk dalam negeri dengan memberikan insentif, bukan mendorong impor pupuk.
"Dalam pasal 16, catatannya yakni mendorong impor pupuk. Seharusnya produksi pupuk di dalam negeri lebih digenjot dan juga ada pemberian insentif oleh pemerintah," tambah Esther.
Selain itu, INDEF juga meminta kepada pemerintah untuk menaikkan produksi pupuk dalam negeri sesuai dengan target dalam rencana pengembangan strategis untuk menjaga pertumbuhan pupuk.
Berikutnya, INDEF juga menyoroti masih banyaknya petani yang tidak menjadi anggota Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), di mana ada 42% petani di Indonesia yang belum masuk ke Gapoktan, sehingga cukup menyulitkan verifikasi kebutuhan dan alokasi subsidi pupuk.
INDEF juga menyoroti adanya potensi pupuk bersubsidi yang rawan diperjualbelikan kembali di luar peruntukannya.
Sementara itu, Guru Besar IPB University menyoroti masih adanya kendala dalam penerapan kebijakan pupuk bersubsidi di sektor pertanian kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Faroby Falatehan sejatinya menyambut baik dari terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Namun, Faroby menyampaikan masih banyak yang perlu dievaluasi terkait aturan ini, terutama terkait penunjukkan pihak penyalur pupuk bersubsidi.
"Kami menyambut baik akan terbitnya Permentan 15 Tahun 2025. Namun, standarisasi penunjukkan pihak penyalur pupuk bersubsidi perlu diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis yang akan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian," kata Faroby di tempat yang sama.
Hal ini menurutnya dapat mengantisipasi hal negatif yang berpotensi terjadi seperti konflik antar penyalur pupuk bersubsidi, mundurnya para kios pengecer eksisting akibat penghasilan yang tidak lagi menguntungkan, belum profesionalnya penyalur pupuk bersubsidi yang baru ditunjuk, dan tingginya koreksi penyaluran yang dapat menjadi disinsentif bagi penyalur dapat diminimalisir.
Dengan begitu, petani penerima manfaat program pupuk bersubsidi tetap terlayani dengan baik dan misi Asta Cita pemerintah dalam swasembada pangan dapat terwujud.
Terkait penyiapan dan pembinaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan koperasi sebagai penyalur pupuk bersubsidi, Faroby menyebut masih ada 79,6% Gapoktan yang belum siap menjadi penyalur pupuk bersubsidi dan 20,4% Gapoktan sudah siap dengan catatan perlu pendampingan.
Menurutnya, ketidaksiapan Gapoktan ini karena tidak memenuhi hampir seluruh indikator kesiapan yang dipersyaratkan
![]() Penyaluran pupuk bersubsidi. (Dok. Kementan) |
"Ketidaksiapan ini mencakup aspek modal, legalitas, sumber daya manusia (SDM), administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, dan sarana-prasarana teknologi informasi," ujar Faroby.
Hingga saat ini, sudah ada 26.576 koperasi yang bergerak di bidang pupuk, di mana sebagian besar sudah berstatus menjadi Koperasi Desa Merah Putih yang baru berdiri, sehingga masih membutuhkan sosialisasi dan pendampingan terhadap regulasi, mekanisme, dan pemenuhan sarana-prasarana usaha penyaluran pupuk bersubsidi.
Selain itu, ada potensi mundurnya beberapa kios pengecer yang sudah ada saat ini akibat penurunan pendapatan kios yang disebabkan pengurangan alokasi karena adanya penambahan pihak penyalur pupuk subsidi, sehingga alokasi harus dibagi dengan pihak penyalur pupuk subsidi lainnya seperti Gapoktan, Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), dan Koperasi.
"Ada potensi penurunan pendapatan dari pengecer karena alokasi harus dibagi ke Gapoktan, Pokdakan, dan Koperasi, ditambah juga ada potensi konflik antar keempatnya apabila tidak ada aturan mengenai kriteria dan mekanisme penunjukan pihak penyalur pupuk subsidi," ujar Faroby.
Oleh karena itu, Berdasarkan hasil dari FGD tersebut, Faroby memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pihak terkait yang relevan dengan program pupuk bersubsidi, terutama berkaitan dengan kesiapan dan pembinaan Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi.
Berikut rekomendasi dari hasil FGD tersebut:
A. Penyiapan dan Pembinaan Gapoktan dan Koperasi sebagai Penyalur Pupuk Bersubsidi
- Perlu adanya pembinaan secara berkelanjutan dalam aspek modal, legalitas, sumber daya manusia, administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, serta sarana prasarana dan teknologi informasi;
- Perlu adanya pembentukan satuan tugas yang bertanggung jawab terhadap pembinaan penyalur pupuk bersubsidi pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025 berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing pihak yang tergabung dalam satuan tugas tersebut.
- Dalam rangka mendukung kelancaran proses distribusi pupuk bersubsidi, maka perlu ditetapkan mekanisme yang paling memungkinkan yaitu menggunakan mekanisme penyaluran melalui Pelaku Usaha Distribusi (PUD).
B. Pemilihan Gapoktan dan Koperasi dan Pembagian Wilayah Tanggung Jawab Penyaluran Pupuk Bersubsidi
- Perlu adanya persyaratan standarisasi kelayakan dan kesiapan yang harus dipenuhi oleh penyalur/titik serah pupuk bersubsidi, diantaranya indikator teknis, pemodalan, legalitas usaha, sarana dan prasarana, volume penyaluran, hasil pemetaan ketersediaan penyalur pupuk bersubsidi eksisting di suatu wilayah, dan pengalaman sebagai penyalur pupuk bersubsidi.
- Perlu adanya petunjuk teknis dan sosialisasi yang mengatur kelembagaan yang akan menjadi penyalur pupuk subsidi/titik serah (Kios pengecer, koperasi merah putih, Gapoktan, dan Pokdakan).
C. Kesiapan Permodalan Gapoktan dan Koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi
- Perlu adanya integrasi dan kemudahan penyaluran fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025;
- Perlu adanya mekanisme penerbitan bank garansi yang dananya ditanggung oleh pemerintah sebagai bentuk afirmasi pemerintah terhadap permodalan penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025
D. Verifikasi, Validasi, dan Pengawasan Laporan Penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Gapoktan dan Koperasi
- Perlu adanya uji surveilans terhadap kinerja dan administratif penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025;
- Perlu adanya afirmasi terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025, dalam bentuk penyederhanaan pelaporan, verifikasi, dan validasi.
(chd/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Miris Petani RI: Butuh 14,5 Juta Ton Pupuk Subsidi-Alokasi Cuma Segini
