Ekspor Minyak Sawit RI Diprediksi Anjlok 1,5 Juta Ton, Ini Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor RI untuk minyak sawit dan turunannya diprediksi berkurang signifikan tahun ini dibanding tahun 2024 lalu. Menyusul produksi dalam negeri yang diperkirakan stagnan tahun ini.
Mengutip data di situs resmi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang tahun 2024, ekspor minyak sawit RI tercatat mencapai 29,53 juta ton, setara US$27,76 miliar. Angka ini anjlok dibanding tahun 2023 yang mencapai 32,21 juta ton, setara US$30,32 miliar.
Jika dibandingkan dengan konsumsi domestik, total tahun 2023 tercatat mencapai 23,21 juta ton. Angka ini naik jadi 23,85 juta ton pada tahun 2024. Terutama dipicu kenaikan penyerapan untuk biodiesel yang bertambah jadi 11,44 juta ton dari tahun 2023 yang tercatat 10,64 juta ton.
Stok akhir minyak sawit RI tahun 2024 tercatat sebanyak 2,57 juta ton, menyusut dari tahun 2023 yang memiliki stok akhir sebanyak 3,14 juta ton.
Untuk tahun 2025, ekspor minyak sawit RI tercatat mencapai 7,64 juta ton pada periode Januari-Maret. Naik dibandingkan periode sama tahun 2024 yang sebanyak 7,53 juta ton.
Konsumsi domestik tercatat naik jadi 6,04 juta ton dibandingkan Januari-Maret 2024 yang sebanyak 5,70 juta ton. Penyerapan untuk biodiesel pada Januari-Maret 2025 naik jadi 2,99 juta ton dari periode sama tahun sebelumnya 2,76 juta ton.
"Ekspor sampai akhir tahun ada kemungkinan turun sekitar 1-1,5 juta ton akibat dari produksi yang stagnan. Sementara permintaan dalam negeri terus meningkat karena mandatory biodiesel," kata Ketua Umum GAPKI Eddy Martono kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (17/6/2025).
"Produksi stagnan karena terlambat peremajaan utamanya sawit rakyat. Produksi total (sampai akhir tahun 2025 diprediksi) masih di sekitar 50-an juta ton," tambahnya.
Tahun 2024, produksi minyak sawit nasional tercatat mencapai 57,76 juta ton. Turun dari tahun 2023 yang mencapai 54,84 juta ton.
Ketika ditanya efek memanasnya tensi geopolitik, termasuk perang Israel-Iran, Eddy mengatakan, ekspor minyak sawit RI bisa terpengaruh.
"Dengan kenaikan harga minyak bumi akibat perang, ini bisa berpotensi adanya kenaikan harga minyak sawit," ujarnya.
"Tetapi apabila terjadi masalah ekonomi global akibat perang maka akan berpotensi menurunkan permintaan," pungkas Eddy.
(dce/dce)