Internasional

Krisis Landa Negara Ini: Inflasi 38.5%-Upah Setara Harga Jagung

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
22 March 2025 05:00
A man who opposes coronavirus vaccine mandates wears a mask altered to make a statement, while carrying a toy sheep and an outsized syringe as he rides a crowded train in Jerusalem ahead of Shabbat, Friday, Nov. 26, 2021. Israel's prime minister says it is
Foto: Malawi (AP/Maya Alleruzzo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis ekonomi terus melanda sejumlah negara dunia. Terbaru, Malawi menjadi negara yang memberikan sinyal adanya krisis, yang telah mempengaruhi kegiatan warga di negara itu.

Mengutip AFP, Senin (22/3/2025), inflasi pangan mencapai 38,55 pada bulan Februari secara year-on-year. Harga sekantong jagung seberat 50 kg, yang makanan pokok negara tersebut, telah naik hampir tiga kali lipat sejak bulan Desember, menjadi 110.000 kwacha (Rp 1 juta).

Ini sebanding dengan upah minimum bulanan sebesar US$ 52 (Rp 852 ribu), yang saat ini bahkan mulai turun menjadi US$ 26 (Rp 429 ribu) per bulan untuk pekerja rumah tangga.

"Kenaikan harga yang dimulai pada bulan Januari? Sama sekali tidak realistis," kata ketua asosiasi pedagang pasar, Steve Magombo.

Krisis yang terjadi ini telah membawa sebuah nuansa baru dalam peta politik negara Afrika itu. Berpakaian rapi dan dengan aura berwibawa, Magombo, yang memimpin asosiasi pedagang, memimpin pawai protes 5.000 pedagang ke parlemen akhir bulan lalu dalam demonstrasi terbesar di ibu kota selama bertahun-tahun.

Demonstrasi ini diikuti oleh protes di sedikitnya empat kota di sepanjang Malawi. Hanya beberapa bulan menjelang pemilihan umum bulan September, protes tersebut merupakan yang terbesar sejak demonstrasi tahun 2019 yang mengantarkan Presiden Lazarus Chakwera ke tampuk kekuasaan, yang akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua.

Masalah ekonomi akut

Malawi sejatinya merupakan negara yang memiliki persoalan ekonomi yang besar. Dalam data Bank Dunia, 75% negara berpopulasi 21 juta ini hidup dalam kemiskinan.

Pakar kebijakan yang berbasis di Inggris, James Woods, mengatakan bahwa saat ini Malawi menderita krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Hal ini ditandai inflasi telah melonjak hingga dua digit hingga menggerogoti pendapatan rumah tangga. Komoditas dasar telah menjadi kemewahan yang tidak terjangkau bagi banyak orang.

"Kwacha Malawi telah jatuh bebas, kehilangan lebih dari setengah nilainya sejak 2022 setelah serangkaian devaluasi tajam. Bagi negara pengimpor neto, jatuhnya kwacha telah menjadi bencana besar, memicu biaya impor dan selanjutnya memicu inflasi dalam lingkaran setan," tuturnya.

Konfederasi Kamar Dagang dan Industri Malawi juga mengatakan bahwa saat ini kelangkaan mata uang asing masih terus melanda negara itu. Mereka khawatir hal ini dapat berpengaruh buruk bagi kelangsungan hidup para warga.

"Kelangkaan mata uang, khususnya, menimbulkan ancaman kritis terhadap operasi, membatasi kemampuan bisnis untuk mengimpor barang-barang penting, membayar pemasok, dan mempertahankan kelangsungan hidup," kata asosiasi itu.

Untuk menopang cadangan mata uang asing, pemerintah telah melarang impor barang-barang tertentu termasuk beberapa sayuran seperti kentang Irlandia, tepung jagung, susu segar, selai kacang, dan produk daging. Tetapi hanya sedikit yang yakin bahwa Pemerintah sudah menangani krisis ini dengan tepat.

"Pemerintah tampaknya tidak tahu bagaimana mereka dapat mengembalikan perekonomian ke jalurnya," kata Gift Trapence, pemimpin Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia, yang memimpin protes tahun 2019 yang berfokus pada tuduhan kecurangan pemilu.

"Krisis ini harus ditangani dengan segera karena masih ada beberapa bulan lagi hingga pemilu. Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi dan membalikkan keadaan ekonomi."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Derita Tetangga RI, Terlilit Utang China & Inflasi Menggila

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular