
AS Mundur dari Paris Agreement, Tim Luhut Siapkan Skenario Baru!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) buka suara mengenai keluarnya Amerika Serikat (AS) dalam perjanjian iklim Paris (Paris Agreement). Pihaknya saat ini masih melakukan kajian lebih mendalam akibat kebijakan ini.
"Saya kira nanti kita perlu lihat ya, karena tadi pak Chatib (Anggota DEN) sampaikan ini masih ketidakpastian kebijakan (Amerika Serikat) terkait dengan hal ini. Jadi ini saya kira nanti perlu pelajari lebih lanjut," kata Anggota DEN Septian Hario Seto, di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (7/2/2025).
Namun menurutnya kebijakan transisi energi harus disesuaikan oleh masing-masing negara. Sehingga Indonesia harus punya metode tersendiri mengenai hal ini supaya bisa mengembangkan kepentingan ekonomi dalam negeri.
Selain itu, menurut Seto pemerintah juga tidak mendorong kebijakan lingkungan ini secara agresif, lantaran dapat mengganggu proses produksi di Industri.
"Nanti harga-harga jadi terganggu, jadi memang ini harus ditentukan skenario strateginya sendiri oleh Indonesia," kata Seto.
Diketahui, Presiden Trump beberapa jam setelah ia dilantik untuk masa jabatan kedua (Senin (20/1/2025), langsung menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan AS untuk kembali menarik diri dari perjanjian iklim paris.
Padahal dalam perjanjian itu, ada juga janji dari Amerika Serikat perihal pendanaan dari negara maju untuk program transisi energi di Indonesia. Kesepakatan pendanaan itu disebut Just Energi Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau setara Rp 300 triliun.
Komitmen pendanaan terjalin antara negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), yang diungkapkan sejak November 2022 lalu.
Seto juga masih melihat apakah mundurnya AS dari perjanjian iklim Paris ini akan membuat komitmen itu batal. Pihaknya juga masih menunggu realisasi dari janji ini.
"Ya kita masih tunggu, so far sih belum ada pergerakan apapun," katanya.
(emy/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diketuai Luhut, Prabowo Hidupkan Kembali Dewan Ekonomi Nasional