Meneropong Peluang BPRS di Tanah Air, Masih Cerah?

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
18 December 2024 20:13
Sharia Money
Foto: dok Sharia Money

Jakarta, CNBC Indonesia - Dinamika global dan domestik tentunya membawa sejumlah tantangan bagi industri perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun BPR Syariah (BPRS). Sebab, adopsi teknologi informasi di bidang keuangan yang semakin masif akan berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank, termasuk BPRS.

Selain itu, BPRS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat, khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen mikro dan kecil yang diiringi dengan potensi peningkatan risiko kredit atau pembiayaan.

Seiring dengan berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), BPR maupun BPRS akan memperoleh ruang yang lebih luas untuk berkembang melalui penguatan kelembagaan, serta perluasan kegiatan usaha dan aktivitas.

Perluasan kegiatan usaha dan aktivitas BPRS tentunya tidak luput dari berbagai risiko. Untuk itu, BPR dan BPRS diharapkan memiliki struktur yang lebih kuat untuk mampu menyerap potensi risiko tersebut sehingga dapat memanfaatkan kesempatan dari UU P2SK agar lebih berkembang.

Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR-BPRS (RP2B) 2024-2027 memuat arah pengembangan dan penguatan struktural sebagai respon terhadap kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh industri BPR dan BPRS ke depan, baik dari sisi internal maupun eksternal.

Secara umum, RP2B terdiri atas empat pilar utama, yaitu penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS, penguatan peran BPR dan BPRS terhadap wilayahnya, dan penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.

Kemudian, empat perangkat pendukung (enabler) yang terdiri dari kepemimpinan dan manajemen perubahan, kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur Teknologi Informasi, dan kolaborasi dan kerja sama sektoral atau interdep.

Lebih jauh, RP2B sebagai peta jalan arah kebijakan bagi BPR dan BPRS memiliki fokus utama pada upaya untuk memperbaiki isu-isu fundamental pada BPR dan BPRS, sehingga industri BPR dan BPRS mampu memanfaatkan peluang sekaligus mengelola risiko dengan adanya perluasan kegiatan usaha dan aktivitas BPR dan BPRS sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Fokus utama tersebut dituangkan dalam quick wins kebijakan. Di antaranya adalah penguatan permodalan dan akselerasi konsolidasi bagi industri BPR dan BPRS, serta kemudian dilanjutkan dengan penguatan penerapan tata kelola yang baik untuk mendukung bisnis BPR dan BPRS yang berintegritas dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan, dalam rangka penguatan BPR dan BPRS akan dilakukan konsolidasi BPR/S di bawah Pemerintah Daerah (Pemda). OJK pun sudah berdiskusi terkait rencana ini dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga nantinya BPR/S tersebut akan berada di bawah BPD.

Selain itu, ia menyebut BPD memiliki potensi yang sangat baik dalam konteks penyelamatan, jika terjadi sesuatu pada BPRĀ maupun BPRS. Hal ini menjadi alasan mengapa OJK mendorong skema kelompok usaha bersama (KUB) untuk BPD, terutama bagi yang belum memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun.

Di tengah peluang dan tantangan tersebut, Sharia Money: Best BPR Syariah Awards 2024 bakal hadir untuk mengapresiasi optimisme peran para pelaku industri yang berhasil mendorong pertumbuhan. Ajang ini akan digelar pada 19 Desember 2024.

Jadi, jangan lupa saksikan secara langsung rangkaian CNBC Indonesia Award di CNBC Indonesia Televisi dan live streaming di CNBCIndonesia.com.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular