Pasar Legendaris di Jakbar Sepi dan Horor, Pedagang Mendadak Hilang
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar Slipi, salah satu pasar legendaris di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, kini bak pasar mati. Deretan kios yang tutup, rolling door berkarat, dan lorong-lorong gelap menjadikan suasana pasar terlihat mencekam. Baik di lantai satu maupun lantai dua pasar, kondisinya sama saja: sepi, suram, dan jauh dari keramaian yang dulu pernah ada.
Mini, salah seorang pedagang baju di Pasar Slipi, menyebut pasar ini telah kehilangan nyawanya sejak pandemi Covid-19 melanda.
"Pasarnya buka kok, nggak tutup. Kami yang jualan baju atau toko mas sudah buka dari jam 8 pagi sampai 8 malam, tapi memang kondisinya sepi. Sejak Covid, tambah lagi sekarang semua serba online. Orang jual dalaman di online Rp30.000, sedangkan di sini buat modal saja nggak cukup," keluh Mini saat ditemui CNBC Indonesia di Pasar Slipi, Selasa (17/12/2024).
Mini menuturkan banyak pedagang yang akhirnya memilih angkat kaki, entah pulang kampung atau pindah ke lokasi lain yang lebih menjanjikan. "Yang bertahan ya bertahan, tapi banyak juga yang alih dagang. Misalnya dulu jualan baju, sekarang jualan sembako," tambahnya.
Katanya, omzet pun anjlok drastis dan pembeli yang datang bisa dihitung dengan jari. Hal senada juga disampaikan Wono, seorang pedagang bubur sumsum yang sudah berjualan di Pasar Slipi sejak tahun 2014 silam. Dia pun menceritakan kondisi pasar yang kian parah.
"Ini sepinya parah banget, sejak Covid-19. Dulu di sini ramai, full pedagang makanan. Sekarang cuma saya sendiri," katanya.
Bahkan, ia mengungkapkan lantai tiga Pasar Slipi yang dulu ramai dengan bioskop dan tempat biliard sudah lama mati.
"Lantai tiga tutup dari sebelum saya di sini. Dulu ada eskalator buat naik ke atas, karena di atas itu dulu ada bioskop jadul, tapi semenjak XXI dan bioskop modern ada, langsung tutup," jelas Wono.
Harga Sewa Dipangkas Besar-besaran
Mini mengungkapkan, PD Pasar Jaya telah memberikan diskon sewa kios hingga 50% bagi pedagang di Pasar Slipi, Jakarta Barat.
"Dari Pasar Jaya itu kasih diskon sewa 50%. Yang penting kita bayar listrik sama CMS. CMS itu sama kayak karcis per hari, bukan bayar toko. Kita bayar CMS Rp10.000 per hari," ujar Mini saat ditemui di kiosnya.
Ia menjelaskan, harga sewa toko di Pasar Slipi sudah dipangkas cukup signifikan.
"Kalau toko yang biasanya sewa Rp30 juta (per tahun), sekarang cuma Rp15 juta (per tahun). Kalau yang biasanya Rp15 juta, sekarang nggak sampai Rp10 juta per tahun. Sewanya bisa dibayar per tahun atau per bulan. Saya yang ini bayarnya Rp10 juta per tahun, dari awalnya Rp15 jutaan. Kalau toko yang agak di dalam, itu saya sewa Rp5 juta per tahun dari awalnya Rp10 juta," ungkapnya.
Diskon ini, kata Mini, sudah berlaku selama hampir lima tahun, sejak pandemi Covid-19 melanda.
Sementara itu, menurut Wono, meski sudah ada kebijakan diskon sewa kios dari PD Pasar Jaya, itu belum cukup membangkitkan pasar.
"Diskon sewa ada, tapi tetap saja nggak nutup. Ada pedagang kafe yang modalnya sampai Rp70 juta buat renovasi, tapi akhirnya tutup juga," ucap Wono.
Wono, yang bertahan demi pelanggan tetapnya, juga merasa pasar ini tak lagi jadi pilihan warga. "Sekarang mah kalau bukan langganan, nggak ada yang sengaja datang ke sini. Dulu orang lewat bisa mampir beli, sekarang nggak ada," tambahnya.
Pasar Slipi yang dulunya ramai dan sudah berdiri sejak tahun 1990, kini hanya bangunan dengan deretan kios tutup yang banyak ditinggal pedagangnya. Pedagang yang masih bertahan hanya bisa berharap situasi membaik, meski tantangan dari belanja online dan menurunnya minat masyarakat tampaknya kian sulit diatasi.
Sebagai catatan, artikel ini ditulis berdasarkan hasil pantauan langsung di lapangan dan wawancara dengan narasumber yang tersedia. Sampai berita ini ditayangkan, CNBC Indonesia telah berupaya menghubungi Perumda Pasar Jaya untuk mendapatkan konfirmasi serta tanggapan terkait kondisi pasar, namun pihak pengelola belum memberikan respons.
Artikel ini tetap berkomitmen pada prinsip pemberitaan yang berimbang dan terbuka untuk memuat tanggapan dari pihak pengelola apabila disampaikan di kemudian hari.
(wur)