Putusan BANI Ini Jadi Sorotan IMMK UI

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
Jumat, 06/12/2024 17:35 WIB
Foto: Seminar online bertema

Jakarta, CNBC Indonesia - Para mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMK UI) menyelenggarakan seminar online bertema "Kupas Tuntas Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase" pada Kamis (5/12/2024) kemarin.

Seminar ini dihadiri oleh beberapa narasumber seperti OC Kaligis, Elza Syarief, Mohamad Fajri Mekka Putra, dan Sirajuddin. Mereka membahas secara mendalam isu hukum terkait kekuatan akta notaris dalam arbitrase, termasuk pada kasus Mitora vs Keluarga Cendana terkait Museum Soeharto di TMII.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua Umum IMMK UI, Susilo Tunggeleng, menyoroti bahwa seminar ini menunjukkan pesatnya perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Salah satu topik yang menjadi perhatian adalah kedudukan akta notaris sebagai alat bukti sempurna yang diatur dalam Pasal 1876 KUHPerdata.


"Akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sah dan mengikat, tetapi bisa dilawan dengan alat bukti lain jika terdapat cacat atau ketidaksesuaian," kata Susilo dalam keterangan resminya, Jumat (6/12/2024).

Menurut Pasal 1876 KUHPerdata, akta notaris dapat menjadi bukti otentik yang sah selama tidak ada pihak yang berhasil membuktikan sebaliknya.

Sementara itu, pada sengketa arbitrase, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif (UU APSA), putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.

"Namun, jika putusan tersebut mengandung cacat prosedural atau substansial, pembatalan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran putusan arbitrase," kata Susilo.

Disisi lain, berdasarkan Pasal 70 UU APSA, putusan arbitrase dapat dibatalkan jika terbukti terdapat dokumen palsu, dokumen penting yang disembunyikan, atau tipu muslihat dari salah satu pihak.

Ia pun menyoroti salah satu putusan BANI dalam kasus Mitora vs Keluarga Cendana. Sengketa terkait pengelolaan Museum Soeharto di TMII ini dinilainya menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan substansi putusan arbitrase.

Putusan BANI No. 47013/II/ARB-BANI/2014 dianggap tidak mencerminkan keadilan karena arbiter tidak menafsirkan Akta Notaris Kerjasama antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi secara utuh.

"Keputusan tersebut dinilai mengabaikan konteks dan pelaksanaan kesepakatan yang tertuang dalam akta, sehingga melenceng dari maksud awal para pihak," jelasnya.

Sementara itu, Dosen Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus Notaris/PPAT, Mohamad Fajri Mekka Putra menegaskan, putusan arbitrase harus mengacu pada penafsiran yang komprehensif terhadap akta notaris.

"Akta notaris adalah dokumen hukum yang memiliki kekuatan otentik, sah, dan mengikat. Arbiter wajib menafsirkannya secara menyeluruh agar esensi dari kesepakatan para pihak tidak terdistorsi. Jika tafsir terhadap akta ini sepotong-sepotong, maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat dan bisa dibatalkan," ujar Fajri.

Sebagai informasi, kasus Mitora vs Keluarga Cendana yang jadi pembahasan dalam seminar online tersebut berlangsung cukup panas. Sengketa ini berawal dari Perjanjian Kerja Sama antara Mitora Pte. Ltd dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang dituangkan dalam Akta Notaris No. 13 Tanggal 17 April 2024.

Dalam kasus tersebut, pihak Mitora mengklaim telah menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian. Di antaranya adalah menyusun master plan, melakukan presentasi proyek, dan mendanai operasional selama periode tertentu.

Akan tetapi, dalam perjalanannya, Mitora diputus telah melakukan cedera janji atau wanprestasi terhadap Perjanjian Kerja Sama dan telah teregister di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan nomor perkara 47013/11/ARB-BANI/2024.

OC Kaligis sebagai Kuasa Hukum Mitora keberatan atas putusan Majelis Arbitrase BANI tersebut. Alhasil, Mitora pun resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan BANI tersebut.

"Majelis Arbitrase mengatakan bahwa Mitora melakukan wanprestasi. Padahal, bukti-bukti menunjukkan Mitora telah beritikad baik dan melaksanakan tanggung jawab sejauh mungkin dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan Akta Notaris 2014," ujar OC Kaligis beberapa waktu lalu.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Perluas Ekspor Baja, Manfaatkan Peluang dari BRICS