
Korupsi Izin Impor Gula Seret Tom Lembong, Gimana Mekanisme Resminya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan RI periode tahun 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) terseret kasus dugaan korupsi izin impor gula. Pada Selasa, 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) Tom Lembong sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan satu tersangka lain, yaitu CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : TAP-61/F.2/Fd.2/10/2024.
Mengutip keterangan resmi Kejagung, kasus dalam perkara ini adalah TTL (Mendag Periode 2015-2016 Tom Lembong) memberikan izin Persetujuan Impor (PI) gula kristal mentah (GKM/ raw sugar) sebanyak 105.000 ton.
Padahal, masih mengutip keterangan Kejagung, berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015 telah disimpulkan, Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.
Dan, terang Kejagung, izin impor yang seharusnya hanya diberikan kepada BUMN, diberikan kepada perusahaan swasta tanpa melalui rakor pemerintah untuk membahas rekomendasi dan penyesuaian kebutuhan di dalam negeri.
Bagaimana sebenarnya mekanisme impor gula yang ditetapkan pemerintah? Kenapa sampai memicu adanya dugaan korupsi hingga menyeret Tom Lembong?
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 117/M-DAG/PER/12/2015 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula yang ditetapkan Tom Lembong pada 23 Desember 2015, pada pasal 2 ayat (1) tertulis, impor gula dibatasi.
Selanjutnya pada ayat (2) ditetapkan, impor gula yang dibatasi adalah:
a. Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugarj dengan Pos Tarif/HS 1701.12.00.00, ex. 1701.13.00.00, dan ex. 1701.14.00.00 yang memiliki bilangan ICUMSA minimal 1200 IU;
b. Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugarj dengan Pos Tarif/HS 1701.99.11.00 dan 1701.99.19.00 yang memiliki bilangan ICUMSA maksimal 45 IU; dan,
c. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugarj dengan Pos Tarif/HS 1701.91.00.00 dan 1701.99.90.00 yang memiliki bilangan ICUMSA antara 70 IU sampai dengan 200 IU.
"Jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian," bunyi Pasal 3 Permendag No 117/2015.
Pasal 4 menetapkan, impor gula kristal putih (GKP) hanya dapat dilakukan untuk mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga.
Lebih lanjut, Permendag itu menetapkan pada pasal 5, impor gula kristal mentah (GKM/ raw sugar) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan Pemilik API-P setelah dapat PI dari Menteri Perdagangan (Mendag).
Dan, impor GKP hanya oleh BUMN pemilik API-U setelah mendapat PI dari Mendag.
Nah, untuk mendapatkan PI GKM, perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Mendag, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag.
Pengajuan itu harus melampirkan API-P dan rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang memuat data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai jenis, volume, pos tarif /HS, negara asal, dan pelabuhan tujuan.
Sedangkan untuk mendapat PI GKP, BUMN harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Mendag, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, dengan melampirkan API-U.
Disebutkan, Dirjen Perdaganan Luar Negeri Kemendag kemudian akan menerbitkan PI paling lama 3 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Pasal 9 menetapkan, GKM impor hanya untuk bahan baku bagi industri, dilarang diperdagangkan atau dipindahtangankan ke piihak lain. Gula Rafinasi hasil pengolahan GKM impor tersebut juga dilarang diperdagangkan ke pasar dalam negeri, hanya untuk kepada industri.
Dan, Pasal 10 Permendag itu memberikan pengecualian tanpa harus rekomendasi untuk impor GKM oleh perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan perusahaan yang berada di Kawasan Berikat. Dengan syarat, GKM yang diimpor tersebut, termasuk gula rafinasi hasil olahannya, hanya untuk penggunaan bahan baku proses produksi sendiri.
Rekomendasi dalam hal ini adalah surat yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk, yang berisi penjelasan teknis mengenai gula yang akan diimpor.
Singkatnya, importasi gula hanya dapat dilakukan jika sesuai ketentuan pada Permendag No 117/2015.
Yakni, hanya untuk jenis (HS) tertentu dan jumlahnya harus ditetapkan dari hasil kesepakatan rapat koordinasi antarkementerian.
Jika pun tidak, gula yang diimpor adalah hanya untuk pemakaian sendiri.
Sebagai catatan, Permendag No 117/2015 tak lagi berlaku, sudah diganti dengan Permendag No 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula yang kemudian telah dicabut diganti dengan Permendag No 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang juga telah mengakami perubahan dengan Permendag No 25/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.
![]() Tom Lembong memakai rompi ping pasca ditetapkan kejagung sebagai tersangka kasus korupsi impor gula 2015-2016. (CNBC Indonesia/Rosseno Aji Nugroho) |
Titik Krusial Jegal Tom Lembong Menurut Pengamat
Pengamat Pertanian - Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori pun buka suara mengenai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka perkara dugaan korupsi izin impor gula.
Dia menyoroti 2 inti kasus yang menjerat Tom Lembong.
Yaitu, pemberian izin impor kepada perusahaan swasta di saat RI surplus gula. Dan GKM itu akan diolah jadi GKP, alias gula konsumsi.
Kedua, persetujuan impor GKM untuk diolah GKP sebesar 300 ribu ton pada Januari 2016 kepada PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia).
"Tugas ke PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula (konsumsi) nasional dan menstabilkan harga. Rencana impor sebetulnya dibahas di rakor bidang perekonomian di bawah Kemenko Perekonomian. Tom Lembong disalahkan karena izin yang dikeluarkan impor GKM, mestinya GKP," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/10/2024).
"Persetujuan impor Kemendag tanpa rekomendasi Kemenperin, dan yang mengolah GKM jadi GKP adalah pabrik gula rafinasi, yang tak lain produsen gula kristal rafinasi (GKR)," tambahnya.
Menurut Khudori, titik krusial yang menjadi awal insiden insiden ini adalah persetujuan impor memang dikeluarkan Januari 2016, tapi berupa izin impor GKM untuk diolah jadi GKP.
"Sudah jamak diketahui, saat itu pabrik gula BUMN yang berbasis tebu dalam kondisi tidak giling. Mereka baru giling akhir Mei atau awal Juni 2016. Karena tidak giling, penugasan diberikan ke PT PPI, yang juga BUMN. Tapi PPI bukan BUMN yang bisa bertindak sebagai importir produsen," terang Khudori.
"Dugaan saya, Tom Lembong disalahkan karena menunjuk PT PPI yang bukan BUMN produsen gula, yang menurut aturan harus demikian. Langkah itu, saya duga, ditempuh Tom Lembong karena tidak ada pabrik gula BUMN yang tengah giling," paparnya.
Sehingga, dipilih penugasan tetap ke BUMN meski bukan BUMN produsen gula.
"Masalahnya, mengapa tidak impor GKP, tapi impor GKM untuk diolah jadi GKP? Sepanjang yang saya tahu, pabrik gula rafinasi terlibat dalam produksi GKP dari GKM ini bukan kasus satu-satunya," kata Khudori.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejagung Pastikan Tidak Ada Politisasi di Kasus Tom Lembong
