Mau Swasembada Energi, RI Punya 2 Tanaman Bisa Disulap Jadi BBM

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Selasa, 29/10/2024 13:50 WIB
Foto: Sorgum (Image by gawchar555 from Pixabay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Prabowo Subianto memiliki visi mewujudkan swasembada energi. Salah satu cara agar visi tersebut tercapai adalah dengan memanfaatkan tanaman "ajaib" yang bisa "disulap" menjadi campuran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun menyebut, pihaknya akan menggencarkan Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk bisa dicampur dengan BBM, sehingga pada akhirnya bisa menekan impor BBM.

Bahlil mengatakan, pemerintah akan menggencarkan biodiesel dan bioetanol sebagai pengganti BBM. Menurutnya, swasembada energi bisa dicapai seiring dengan terwujudnya ketahanan energi nasional.


"Kemandirian energi kan salah satunya ada bioetanol, bioenergi, dan biodiesel. Biodiesel sekarang kita sudah B35 dan B40 sudah selesai uji coba," jelas Bahlil, dikutip Selasa (29/10/2024).

Lantas, apa saja 'tanaman ajaib' sebagai bahan baku untuk bioetanol dan biodiesel tersebut?

  • Sorgum

Indonesia ternyata memiliki tanaman 'ajaib' yakni sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk campuran BBM jenis bensin. Sebab, sorgum memiliki potensi besar untuk membantu Indonesia mencapai swasembada pangan dan energi.

Selain sorgum, sejatinya Indonesia sudah mengembangkan pemanfaatan tebu sebagai bahan baku bioetanol, namun tebu sendiri masih dinilai sering bersinggungan dengan kebutuhan pangan khususnya sebagai bahan baku produksi gula.

PT Pertamina (Persero) pun saat ini tengah berupaya menggenjot pemanfaatan tanaman sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

Senior Vice President (SVP) Teknologi Inovasi PT Pertamina, Oki Muraza mengatakan bahwa sorgum berbeda dengan tebu. Sorgum tidak menghadapi masalah serupa. Sorgum merupakan tanaman yang multifungsi, di mana bulirnya bisa diolah menjadi tepung atau beras sorgum sebagai alternatif pengganti gandum, sementara batangnya dapat digunakan untuk menghasilkan bioetanol.

"Bisa paralel. Jadi untuk kasus budidaya sorgum ini tidak ada konflik antara food or energy. Jadi food-nya diperkuat, mengurangi impor gandum dan batangnya ini mengurangi impor BBM," kata Oki dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Selasa (29/10/2024).

Hanya saja, tantangan yang dihadapi saat ini adalah terkait peningkatan kapasitas produksi nasional dari tanaman sorgum. Oleh sebab itu, Pertamina saat ini tengah berupaya untuk membudidayakan tanaman sorgum.

Oki membeberkan bahwa saat ini Pertamina tengah menggarap proyek percontohan budidaya sorgum di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Pihaknya menggunakan data geospasial untuk menentukan ketersediaan lahan yang cocok bagi budidaya sorgum.

"Jadi kita lihat sekarang geospasial berapa sih tersedia lahannya. Kemudian kita lihat lagi berapa yang bisa diperuntukkan untuk pertanian dan kita lihat juga kecocokan tanah dengan tanaman, dengan sorgum. Harapannya nanti produksi di pilot ini kita bisa orkestra kan seperti tadi. Bulirnya menjadi pangan, di-off-take oleh petani dan juga bisa didistribusikan, juga bisa diekspor untuk mengurangi impor gandum tadi dan kemudian batangnya menjadi bioetanol," ungkap Oki.

  • Minyak Sawit (CPO)

Indonesia saat ini juga tengah menggenjot penerapan campuran BBN dari tanaman 'ajaib' minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) menjadi campuran BBM jenis Solar, yakni biodiesel.

Bahkan, pemerintah akan menggencarkan program BBN, khususnya program pencampuran biodiesel hingga 60% (B60) dari saat ini program biodiesel yang diaplikasikan di Indonesia dengan campuran 35% biodiesel (B35).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meyakini ketersediaan sawit sebagai bahan baku untuk pencampuran B60 ini cukup.

"Sekarang kan kita B40, sekarang kita akan dorong ke B50 sampai B60. Kalau ditanya bahwa itu cukup atau tidak, B35 sampai B40 itu kan kita habiskan kurang lebih sekitar 14 juta kilo liter. Nah, sementara ekspor kita kan masih banyak. Nah, kalau ditanya kapasitas CPO kita cukup atau tidak, cukup, pasti cukup," ungkap Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (29/10/2024).

Dengan melihat kesuksesan program biodiesel yang sudah dijalankan, pemerintah akan lebih ambisius menuju program B50 hingga B60.

"Nah, tinggal kita lihat adalah teknologinya. Nah, teknologinya ini kan harus by process untuk kita uji coba, agar ketika itu diimplementasikan, B50 sampai B60 itu betul-betul sudah lewat uji coba yang baik," bebernya.

Pada 1 Januari 2025 rencananya pemerintah bakal memberlakukan pencampuran biodiesel hingga 40% atau B40.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bioetanol Bakal Gantikan Bensin, Tapi Cukai bikin pusing