Abaikan Ultimatum AS, Israel Lanjut Bombardir Beirut Habis-habisan
Jakarta, CNBC Indonesia - Israel terus menjatuhkan serangan ke Ibu Kota Lebanon, Beirut, Rabu (16/10/2024). Hal ini tetap dilakukan Tel Aviv meski mendapatkan penentangan keras dari sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS).
Saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa mereka mendengar dua ledakan dan melihat gumpalan asap muncul dari dua lingkungan terpisah. Itu terjadi setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi pada Rabu pagi yang hanya menyebutkan satu bangunan.
Militer Israel dalam beberapa minggu terakhir telah melakukan serangan di pinggiran selatan Beirut yang merupakan basis dari Hizbullah, milisi pro Iran di negara itu yang sedang mereka perangi. Sejauh ini, Militer Israel mengatakan telah melakukan serangan terhadap gudang senjata bawah tanah Hizbullah di pinggiran selatan Beirut, Dahiyeh.
"Sebelum serangan, banyak langkah telah diambil untuk mengurangi risiko melukai warga sipil, termasuk peringatan dini kepada penduduk di daerah tersebut," kata militer Israel.
Eskalasi antara Israel dan Hizbullah ini sendiri merupakan muara dari perang Israel dan milisi Gaza Palestina, Hamas, yang terjadi sejak 7 Oktober tahun lalu. Dalam serangan ini, Tel Aviv melancarkan serangan masif ke Gaza hingga membunuh hampir 42 ribu jiwa warga sipil.
Serangan ini pun akhirnya menarik Hizbullah untuk ikut menyerang Israel. Mereka menyebut langkah ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza.
Intensitas serangan antara Israel dan Hizbullah meningkat pada September lalu. Sebelum peningkatan serangan, terjadi ledakan ribuan pager milik Hizbullah yang menewaskan hingga 39 orang.
Sejauh ini, serangan Israel di Lebanon telah menewaskan 2.350 jiwa. Eskalasi ini juga memaksa seperempat wilayah negara itu untuk diungsikan, dengan 1,2 juta warga yang terkena dampak.
Beberapa negara Barat telah mendorong gencatan senjata antara kedua negara tetangga tersebut, serta di Gaza. AS selaku patron Barat juga telah menyampaikan kekhawatirannya kepada pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai serangan baru-baru ini.
"Mengenai cakupan dan sifat kampanye pengeboman yang kami lihat di Beirut selama beberapa minggu terakhir, itu adalah sesuatu yang kami sampaikan dengan jelas kepada pemerintah Israel bahwa kami prihatin dan menentangnya," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller.
Terakhir kali Beirut diserang adalah pada 10 Oktober, ketika dua serangan di dekat pusat kota menewaskan 22 orang dan merobohkan seluruh bangunan di lingkungan yang padat penduduk.
Eskalasi yang Meluas
Sementara itu, tensi Timur Tengah tetap tinggi sejak Iran menyerang Israel dengan rentetan rudal pada 1 Oktober setelah operasi skala besar serupa pada bulan April. Israel telah berjanji untuk membalas.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi telah mengunjungi Yordania, Mesir, dan Turki sebagai bagian dari upaya diplomatik Teheran ke negara-negara di kawasan itu "untuk mengakhiri genosida, kekejaman, dan agresi".
Di sisi lain, Netanyahu mengadakan pembicaraan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa. Ia mengatakan kepada Macron bahwa pihaknya menentang gencatan senjata sepihak dan mengatakan ia "terkejut" oleh rencana Macron untuk mengadakan konferensi di Lebanon.
"Pengingat untuk Presiden Prancis: Bukan keputusan PBB yang mendirikan Negara Israel, tetapi kemenangan yang dicapai dalam Perang Kemerdekaan ... ," kata kantor Netanyahu dalam pernyataan terpisah.
Istana Elysee tidak segera menanggapi permintaan komentar. Keduanya sebelumnya pernah berselisih, termasuk mengenai seruan Macron untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel.
(luc/luc)