Bos Pengusaha Ungkap Borok RI Bisa Deflasi 5 Bulan Beruntun

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Rabu, 09/10/2024 18:05 WIB
Foto: Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah saat ditemui di Hotel Santika ICE BSD City, Tangerang, Banten, Rabu (9/10/2024). (CNBC Indonesia/ Martyasari Rizky)

Tangerang, CNBC Indonesia - Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah menyebut deflasi yang terjadi selama 5 bulan berturut-turut ini bukan saja disebabkan oleh daya beli masyarakat yang berkurang, melainkan banyak masyarakat yang kabur berbelanja ke luar negeri sampai dengan membeli barang impor murah.

Ia tak menampik bahwa omzet dari Food and Beverages (FnB) di September 2024 memang terjadi penurunan, yakni turun 3%. Sementara omzet dari fesyen, seperti pakaian dan alas kaki turun 5%.

"Artinya, dari survei Hippindo, ini masih belum bisa kita definisikan terjadi penurunan daya beli yang sangat drastis. Jadi kalau kami sampaikan, ini mungkin ada yang (beralih) ke online. Banyak yang saya tanya juga ke teman-teman fesyen, mereka jualan ke online-nya naik," kata Budihardjo saat ditemui di Tangerang, Banten, Rabu (9/10/2024).


Dengan beralihnya konsumsi masyarakat di marketplace atau e-commerce, ia mengkhawatirkan justru penjualan impor ilegal yang menggerus pasar tanah air. Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus berperan aktif dalam menjaga perdagangan nasional dari serbuan barang impor, khususnya di platform belanja online.

"Jadi sekarang kalau di online-nya isi banyak barang ilegal, itu bahaya. Jadi harus barang-barang yang resmi, makanya kami inisiasi banyak pameran-pameran untuk mendukung yang sifatnya resmi, bisa berjualan legal. Supaya uang beredarnya itu harus dipertahankan di dalam negeri. Contohnya, dengan banyak turis masuk, jangan banyak orang Indonesia belanja ke luar negeri," ucapnya.

Sejalan dengan itu, Budihardjo mengungkapkan bahwa dalam 6 bulan belakangan ini industri ritel di Malaysia mengalami kenaikan signifikan, yakni mencapai double digit, lantaran banyak orang Indonesia yang pergi belanja ke Negeri Jiran tersebut.

"Malaysia lagi bagus (pertumbuhan industri ritelnya). Dalam 6 bulan itu dia peningkatan ritelnya double digit, karena turisnya banyak yang belanja, banyak orang Indonesia belanja di sana. Nah itu yang saya khawatirkan," ungkap dia.

Menurutnya, deflasi yang terjadi selama 5 bulan berturut ini bukan karena daya beli masyarakat yang menurun, tetapi karena uang beredarnya yang memang kabur ke luar negeri, atau banyak masyarakat Indonesia yang justru spending di Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam, serta China melalui barang impor murahnya.

"Jadi orang Indonesia tuh uangnya di-spending nggak di dalam negeri. Kalau ditanya daya beli turun? Orang Indonesia itu sebenarnya punya tabungan. Katanya kan tabungannya berkurang, tapi kalau dilihat tabungan orang yang Rp5 miliar itu justru meningkat. Kemarin ritel Malaysia laporannya naik 10-11%. Itu yang naik bukan restoran, tapi toko baju seperti Uniqlo. Orang Indonesia beli Uniqlo disana, sedangkan toko di Indonesia turun yang fesyennya," kata Budihardjo.

Foto: Pasar Ciputat pada Rabu (9/10/2024), (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Pasar Ciputat pada Rabu (9/10/2024), (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

Adapun yang menyebabkan industri fesyen tanah air menurun, dan pada akhirnya banyak orang Indonesia kabur berbelanja ke luar negeri, karena pemerintah dalam membuat regulasi membebani industri tanah air, sehingga untuk industri Tanah Air bisa maju bersaing dengan negara tetangganya menjadi sulit.

"Karena izin impor, kuota impor, pertek (peraturan teknis). Jadi kita turun, kita kalah sama negara luar, merek-merek itu. Malaysianya yang ambil opportunity daripada kebijakan-kebijakan yang melindungi UMKM (Indonesia). Padahal yang di mall kan nggak usah dilindungi, karena orangnya bisa berangkat ke luar negeri. (Sedangkan) yang UMKM itu nggak akan pergi ke luar negeri, itu yang harus dilindungi barang-barang murah yang bal-balan itu loh, itu nggak boleh masuk," tukasnya.

"Kalau yang mereknya bagus-bagus, tasnya yang mahal-mahal nggak akan mengganggu UMKM. Yang saya khawatirkan, itu malah akan membuat kita sepi, karena orangnya belanja ke luar negeri 'oh di sini murah beli sepatu dan lain sebagainya'," imbuh dia.

Untuk itu, Budihardjo menilai pemerintah dalam membuat kebijakan atau regulasi jangan ada yang menghambat industri Tanah Air.

"Misalnya, pengaturan bahan baku untuk produksi lokal harus dipermudah, sehingga pabrik bisa produksi, otomatis kan omzetnya naik. (Selain itu) importir yang resmi dipermudah, supaya mereka bayar pajak, yang digedein itu volume perdagangannya, bukan nilai pajaknya yang diuber, tapi volume perdagangannya. Kalau omzetnya naik kan pasti bayar pajak, nah itu yang kita harapkan," ucap dia.

Selain itu, menurutnya Indonesia tidak perlu khawatir atau takut jika ada orang asing datang ke Indonesia, asalkan mereka datang dengan cara yang legal dan membawa investasi untuk Indonesia.

"Kita harus perbanyak orang asing datang. Jadi jangan takut sama yang namanya orang asing datang, yang penting diatur, bener kita harus atur visa-nya, datangnya visa bisnis, datangnya membawa investasi, bikin pabrik, kalau bawa barang juga import-import resmi gitu aja, kita jangan takut. Kalau kita tertutup nanti malah kalah diambil negara lain," pungkasnya.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BPS Catat RI Alami Deflasi 0,37% (mtm) di Mei 2025