Kronologi-Penyebab Krisis Ekonomi Tetangga RI, Menuju Jurang Resesi
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Selandia Baru di ujung tanduk. Hal ini tecermin dari PDB kuartal kedua 2024 yang berkontraksi sehingga kembali dekat ke jurang resesi.
Badan statistik Selandia Baru, StatsNZ, mencatat kontraksi (ekonomi negatif) 0,2% per kuartal pada April-Juni. Ini mengikuti pertumbuhan tiga bulan sebelumnya yang lesu, di Q1 2024, sebesar 0,1%.
Harga yang tinggi, biaya pinjaman yang tinggi, dan krisis perumahan telah membebani konsumen. Sementara sektor susu utama mengalami penurunan ekspor.
Mengutip data lebih rinci dari Trading Economics, semua sektor memang melemah. Perdagangan eceran dan akomodasi -1,3% dibandingkan dengan Q1 0,0%. Pertanian, kehutanan, dan perikanan -1,4% dibandingkan dengan sebelumnya 0,0%.
Sementara perdagangan grosir juga -1,3% dibandingkan dengan sebelumnya -1,5%. Meskipun PDB secara keseluruhan turun, tujuh dari 16 industri meningkat dengan manufaktur sebagai yang terbesar, 1,9% dibandingkan dengan sebelumnya -1,4%.
Adapun Selandia Baru sejatinya sempat jatuh ke dalam jurang resesi dengan mengalami kontrasi dua kali berturut-turut pada tahun lalu.
Craig Renney, seorang ekonom dan direktur kebijakan di Dewan Serikat Buruh Selandia Baru, blak-blakan menyebut ada kelemahan dalam ekonomi Selandia Baru.
Kepala ekonom Kiwibank, Jarrod Kerr, dikutip AFP, Kamis (19/9/2024), menyatakan resesi sejatinya telah berlangsung dalam 2 tahun terakhir.
"Kami telah mencatat tiga kali penurunan dalam aktivitas ekonomi. Namun, ini sebenarnya resesi yang berlangsung selama dua tahun," kata kepala ekonom Kiwibank, Jarrod Kerr, dikutip AFP.
"Laporan PDB sudah lama dan ketinggalan zaman. Dan laporan itu memberi tahu kita apa yang sudah kita ketahui. Selandia Baru masih dalam resesi yang berkepanjangan," tambanya.
Selandia Baru terus berjuang dengan masalah inflasi yang tinggi dan biaya pinjaman yang meningkat, yang telah memberikan tekanan besar pada kegiatan ekonomi dan kesejahteraan warga.
Menteri Keuangan Nicola Willis menyalahkan Bank Sentral Selandia Baru, yang telah mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengatasi inflasi. RBNZ kemungkinan akan mendapat tekanan lebih lanjut untuk memangkas biaya pinjaman setelah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed) pada hari Rabu menurunkan suku bunganya setengah basis poin.
Willis bersikeras bahwa tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat. Meskipun sebagian besar perkiraan memperkirakan kontraksi lagi pada kuartal ketiga.
"Ekonomi Selandia Baru tangguh, dan akan pulih," katanya.
Sebelumnya, dia sempat mengakui bahwa masyarakat Selandia Baru masih merasakan dampak dari krisis biaya hidup yang berkepanjangan.
"Saya tahu betapa sulitnya bagi orang-orang saat ini yang masih berjuang dengan krisis biaya hidup. Kami memiliki rencana untuk membalikkan keadaan," kata Willis, menyoroti pentingnya pengeluaran pemerintah yang bijak serta pemotongan pajak bagi warga yang bekerja keras.
(luc/luc)