Anak Buah Tito Karnavian Takut Migor Menghilang, Ini Kata Produsen
Jakarta, CNCB Indonesia - Produsen minyak goreng di dalam negeri menjamin, pasokan minyak goreng tidak akan terganggu di tengah upaya pemerintah meningkatkan pasokan minyak goreng kemasan sederhana, Minyakita, ke pasar. Yang diharapkan bisa semakin menstabilkan harga dan mendorong konsumsi minyak goreng di dalam negeri semakin beralih ke kemasan, baik Minyakita maupun kemasan premium.
Hal itu merespons kekhawatiran potensi terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasar setelah pemerintah melakukan perubahan aturan. Sebagaimana yang terjadi di tahun 2022, ketika pemerintah berulang kali mengubah aturan terkait harga minyak goreng. Yang memicu lonjakan harga dan kelangkaan minyak goreng di pasar. Bahkan, di beberapa lokasi, minyak goreng kala itu jadi "barang gaib".
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menerbitkan aturan baru terkait minyak goreng kemasan sederhana, Minyakita. Yaitu, Menteri Perdagangan (Permendag) No 18/2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, mulai berlaku pada saat diundangkan, 14 Agustus 2024.
Yang mengatur diantaranya harga eceran tertinggi (HET) baru, ukuran kemasan, dan perubahan ketentuan pemenuhan wajib kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO).
Permendag ini diharapkan akan semakin mendorong masyarakat beralih ke minyak goreng kemasan, Minyakita dan kemasan premium. Sebab, kata Mendag Zulhas, minyak goreng kemasan lebih terjaga kualitas, kebersihan, keamanan, dan kehalalannya dibanding minyak goreng curah.
Produsen pun diberi waktu 90 hari sejak Permendag No 18/2024 diberlakukan, agar mencantumkan HET baru pada label kemasan yang sebelumnya tercantum Rp14.000 per liter. Dan, peredaran Minyakita dengan kemasan yang masih mengacu ketentuan lama, diberi waktu 30 hari sejak Permendag No 18/2024 berlaku.
Terkait hal itu, Plt. Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Komjen Pol Tomsi Tohir mengingatkan agar tidak terjadi kericuhan pada saat peralihan tersebut. Dia pun menyinggung peristiwa kelangkaan minyak goreng yang sempat melanda RI pada tahun 2022 lampau. Hal itu disampaikan saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, Senin (26/8/2024).
"Perlu menjadi perhatian, jangan sampai terjadi peristiwa 2 tahun lalu. Memang ada masa peralihan, jangan sampai dengan peralihan dari minyak goreng curah ke kemasan ini, sehingga mengakibatkan pengalaman waktu itu terjadi lagi. Jangan sampai perubahan kemasan ini, distribusi menjadi terganggu. Stok ditarik sehingga menimbulkan keterlambatan," kata Tomsi, dikutip Rabu (28/8/2024).
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Moga Simatupang pun berjanji akan melakukan koordinasi agar distribusi minyak goreng dipercepat.
Lalu bagaimana menurut produsen minyak goreng nasional?
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, ide peralihan konsumsi minyak goreng dari curah ke kemasan telah diusulkan kepada pengusaha sejak 6 Februari 2016 silam.
Sahat bercerita, alasan mengajukan peralihan tersebut karena minyak goreng curah susah dilacak sumbernya. Belum lagi, kata dia, banyak dijumpai minyak goreng curah yang beredar berasal dari minyak jelantah yang sudah dibersihkan dari warna hitam dan kotorannya.
Sementara, lanjutnya, pada tahun 2006, ahli nutrisi Inggris bernama Isidore Sindabarira meneliti dan menganalisis munculnya HNE (4-hydroxy-trans 2 nonenal) pada minyak jelantah yang dipakai berulang-ulang. HNE ini berkaitan dengan penyakit jantung dan kardiovaskular lainnya, dan kanker.
"Karena itulah kami mengusulkan minyak goreng curah dialihkan ke minyak goreng kemasan, dan baru direalisasikan tahun 2014. Plus, kita katanya negara yang masuk G-20, kok masih ada minyak goreng yang dijual pakai centong begitu?," kata Sahat.
"Dengan Permendag ini, kemasannya sudah beragam, ada yang setengah liter. Harga yang curah juga pasti sudah lebih mahal dari HET Minyakita. Jadi, suatu saat pasti penggunaan minyak goreng curah ini akan habis dan beralih jadi minyak goreng kemasan. Kalau ini bisa dilakukan, (kasus) penyakit kardiovaskular akan menurun, BPJS-nya juga akan maju. Begitu loh, gampangnya," tukasnya.
Sahat memastikan, dengan diterbitkannya Permendag No 18/2024, yang mendorong peningkatan Minyakita di pasar, tidak akan menimbulkan chaos di pasar.
"Seharusnya tidak akan jadi masalah. Karena volume Minyakita yang diperintahkan pemerintah itu 250.000 ton per bulan, yang disalurkan melalui pasar tradisional, dengan harga yang kini berkisar Rp2.600 di bawah harga komersial. Dari perhitungan kami, masyarakat ekonomi lemah hanya sekitar 25% dari populasi Indonesia. Kalau konsumsi sekitar 15 liter per tahun atau 1,2 liter per bulan, cuma sekitar 85 ribu ton. Jadi, masih banyak, nggak perlu dikhawatirkan (bakal langka atau pasokan terbatas)," kata Sahat.
Hanya saja, lanjut dia, yang perlu diantisipasi adalah praktik-praktik spekulan. Salah satu modusnya, mengumpulkan minyak goreng Minyakita kemasan lama ke dalam drum, lalu diekspor.
"Jadi jangan sampai terjadi rush buyer yang kemudian diekspor. Itu volumenya banyak loh (Minyakita) dengan kemasan lama (HET lama). Dia (spekulan) beli Rp15.700 per liter, lalu dijual Rp18.000.," kata Sahat.
"Tapi Satgas Pangan seharusnya bisa langsung tahu. Begitu ada ada peningkatan volume si eksportir UCO (used cooking oil/ minyak goreng bekas), dari mana asalnya?," cetusnya.
Aturan Baru Terkait Minyakita
Perubahan Ketentuan DMO CPO
Zulhas mengatakan, Permendag No 18/2024 mengatur skema DMO Minyak Goreng Rakyat (MGR) yang dulu berbentuk curah atau kemasan kini diubah menjadi hanya dalam bentuk Minyakita.
"Permendag No 18/2024 diterbitkan sebagai upaya untuk meningkatkan pasokan Minyakita sebagai strategi dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng dan pengendalian inflasi," terang Zulhas.
"Melalui terbitnya Permendag No 18/2024, DMO minyak goreng yang dulu berbentuk curah atau kemasan kini diubah menjadi hanya dalam bentuk Minyakita. Dengan demikian, pasokan Minyakita di masyarakat diharapkan dapat lebih meningkat," ucapnya.
Zulhas menambahkan, Minyakita bukan merupakan minyak goreng subsidi pemerintah. Melainkan kontribusi eksportir produk turunan kelapa sawit ke pasar dalam negeri melalui skema DMO.
"Berdasarkan kajian Kemendag, penyaluran DMO harus kembali ditingkatkan karena berdampak baik terhadap stabilitas harga minyak goreng," kata Zulhas.
Perubahan Kemasan Minyakita
Menurut Zulhas, Permendag No 18/2024 merupakan penyempurnaan dari regulasi minyak goreng sebelumnya yaitu Permendag No 49/2022.
"Selain perubahan pengaturan bentuk DMO menjadi hanya Minyakita, ukuran kemasan juga menjadi kemasan 500 ml, 1 liter, 2 liter, dan 5 liter," ujarnya.
HET naik jadi Rp15.700 per liter
dalam keterangan resminya, Zulhas mengatakan, lewat Permendag ini, HET Minyakita mengalami penyesuaian
"Harga jual Minyakita masih dibanderol di bawah harga penjualan minyak goreng kemasan premium. Hal ini demi menjaga keterjangkauan di masyarakat. Namun demikian, terdapat sedikit penyesuaian dari sebelumnya ditetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp14.000/liter, kini menjadi Rp15.700/liter," pungkas Zulhas.
(dce/dce)