
Raja Salman Ketar-ketir, Duit Arab Saudi Menipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Sumber duit Arab Saudi kini menipis. Berdasarkan data terbaru, pendapatan kerajaan dari ekspor minyak dilaporkan anjlok ke level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Mengutip Middle East Minitor (MEMO), Jumat (23/8/2024), Arab Saudi hanya memperoleh US$17,7 miliar (Rp 273 triliun) dari penjualan minyak ke luar negeri pada bulan Juni. Terjadi penurunan 9% lebih sedikit daripada yang diperolehnya pada waktu yang sama tahun lalu dan 12% lebih sedikit daripada pada bulan Mei.
Di bulan yang sama, tulis laman itu mengutip Bloomberg, ekspor minyak Arab Saudi di Juni sebenarnya sekitar 5,6 juta barel minyak per hari. Tapi ini hanya 250.000 barel lebih banyak daripada yang diekspornya selama awal pandemi Covid-19 ketika perjalanan global dan permintaan minyak anjlok.
Arab Saudi sendiri telah memangkas produksi dalam upaya untuk mendukung harga. Tetapi harga minyak acuan Brent misalnya tak mengalami kenaikan, sekitar US$76 per barel, 7% lebih rendah daripada yang diperdagangkan pada waktu yang sama tahun lalu.
Sebenarnya Brent sempat naik ke US$91 per barel pada bulan April. Namun kini minyak Brent terus turun karena kekhawatiran tentang ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China membebani pasar dan para pedagang mengabaikan risiko perang di Gaza yang meningkat.
Penurunan pendapatan akan terasa di Arab Saudi, yang sedang mengencangkan dompet guna menyalurkan dana ke megaproyek yang direncanakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). IMF memperkirakan bahwa Arab Saudi membutuhkan harga minyak sebesar US$96,20 untuk menyeimbangkan anggaran tahun 2024.
Efeknya ke 'Proyek Gila'
Berkurangnya cuan Arab Saudi diyakini berdampak pada proyek-proyek besar negeri itu. Apalagi Arab Saudi tengah melakukan reformasi ekonomi dan sosial dengan Visi 2030, yang dirancang untuk mendiversifikasi ekonomi kerajaan dan membuka masyarakat konservatifnya terhadap pariwisata dan bisnis Barat.
Kerajaan membutuhkan petrodolar dan investasi asing untuk menyelesaikan program tersebut. Namun, karena keduanya gagal memenuhi harapan, Riyadh dilaporkan mengurangi anggaran dana proyeknya.
"Kerajaan harus mengurangi Neom, proyek megakota senilai US$1,5 triliun, yang menurut penyelenggara pada akhirnya akan berukuran 33 kali lipat Kota New York dan mencakup kota garis lurus sepanjang 170 km," muat MEMO.
"Dari 1,5 juta orang yang tinggal di kota tersebut pada tahun 2030, pejabat Saudi sekarang mengantisipasi kurang dari 300.000 penduduk saja. Sementara itu, hanya 2,4 km dari kota sepanjang 170 km yang akan rampung pada tahun 2030," tambah laman itu.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Raja Salman Dilarikan ke Rumah Sakit, Ada Apa Arab Saudi?
