
Aturan Rokok Diperketat, Pengusaha Tegaskan Tak Jual ke Anak Kecil

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha ritel sampai dengan produsen rokok menegaskan, pihaknya tidak pernah menjual rokok kepada anak di bawah umur. Mereka senada mengatakan, pihaknya selalu melakukan penjualan rokok sesuai Standard Operation Procedure (SOP), di mana rokok dilarang keras dijual kepada anak-anak di bawah umur.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai, pengecekan KTP saat proses jual-beli rokok sudah cukup mengawasi penjualan rokok ke anak di bawah umur. Selain itu, memposisikan rak rokok di bagian khusus dan dijaga petugas kasir juga sudah merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan SOP.
"Kita membantu pemerintah lho selama ini, jual rokok tuh nggak boleh dipegang atau bisa diambil langsung pengunjung. Kita tanya umurnya dulu, cek KTP, dan naruhnya juga harus di posisi yang ada petugas kasirnya. Itu wajib SOP-nya, sangat ketat di situ, dan nggak mungkin lah kita main-main dalam penjualan rokok," kata Budihardjo dalam Diskusi Media di bilangan Cikini, Jakarta, Selasa (13/8/2024).
Selain pengusaha ritel, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi menegaskan, pihaknya tidak pernah menjual rokok kepada anak di bawah umur. Ia justru khawatir dengan banyaknya aturan yang mengikat justru membuat peredaran rokok ilegal semakin masif.
"Kami dari Gaprindo tidak pernah menjual rokok kepada anak di bawah umur. Kami khawatir dengan makin banyaknya peraturan yang menyulitkan, justru menguntungkan pihak rokok ilegal, karena selama ini mereka nggak mengikuti aturan. (Sedangkan) kita selama ini takut dan selalu mentaati aturan. Kita sebenarnya dalam situasi yang sangat gelisah," ucap Benny.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) mengatakan, pihaknya mendukung pemerintah dalam mencegah generasi muda untuk tidak merokok. Namun, ia menilai pemerintah tetap harus meninjau kembali atau menghapus aturan terkait Kesehatan yang termaktub dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, karena sangat berdampak kepada ekonomi kerakyatan.
"Seperti penjualan rokok eceran, sebaiknya itu harus di-review kembali atau dihapus saja. Karena sebetulnya pembatasan-pembatasan ini sudah ada, seperti rokok kan ada ruang khusus, bahwa tidak ada analisanya, 200 meter itu dari mana angkanya? Itu tidak bisa diterapkan di lapangan. Mudah-mudahan itu bisa jadi perhatian pemerintah, dan sebetulnya kita mendukung sekali (upaya pemerintah). Kalau perlu diedukasi. Kami selalu menyampaikan bahwa edukasi adalah yang paling penting, dari yang terkecil dulu, di keluarga. Itu yang paling penting," jelasnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
