Pemilu AS Makin Panas, Elon Musk 'Turun Gunung' Wawancara Trump di X
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilu Presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) makin panas. Terbaru, miliarder Elon Musk turun gunung untuk membela jagoannya, mantan Presiden AS Donald Trump, yang diusung Partai Republik.
Dalam sejarahnya, Musk tak menyukai Trump di pemilu sebelumnya. Media sosial X, dulu bernama Twitter, juga sempat mendepaknya sejak 6 Januari 2021 menyusul serangan pendukung Trump ke Kongres AS.
Namun kini, Musk akan melakukan wawancara dengan Trump Senin pukul 20.00 waktu setempat atau Selasa (13/8/2024) pukul 8.00 pagi waktu RI di medsos tersebut. Ini diyakini bisa memberikan kesempatan ke Trump menarik perhatian saat kampanyenya kini dianggap tengah lesu.
Mengutip Reuters, wawancara di X dapat memungkinkan Trump untuk menjangkau audiens yang berbeda dari para pendukung setia konservatif, yang biasa dijaring melalui media televisi. Tim kampanye mengatakan wawancara akan diselenggarakan langsung di akun resmi Trump di X @realDonaldTrump yang telah dipulihkan.
"Ini tidak memiliki naskah dan tidak ada batasan pada pokok bahasan, jadi akan sangat menghibur!" kata Musk, 53 tahun, yang juga merupakan CEO SpaceX dan Tesla, mengunggah dalam pratinjau wawancara sebagaimana dimuat AFP.
Meski Musk kini mendukung Trump diketahui keduanya tidak selalu sependapat. Salah satunya terkait kritikan keras Trump ke kendaraan listrik (electronic vehicle/EV).
Trump sempat mengatakan ingin menghapus mobil listrik bila kembali berkuasa. Namun awal Agustus ini pernyataan lain dari Trump muncul.
"Saya mendukung mobil listrik. Saya harus mendukungnya karena Elon sangat mendukung saya. Jadi, saya tidak punya pilihan lain," kata Trump berubah haluan.
Awalnya Memilih Demokrat
Perlu diketahui Musk awalnya memilih Partai Demokrat. Namun ia berbalik melawan ketika Pemerintah Presiden Joe Biden, ang pro-serikat pekerja, tidak mengundang pemilik Tesla tersebut ke pertemuan puncak kendaraan listrik tahun 2021.
Perusahaan tersebut diketahui tengah terlibat sejumlah investigasi federal. Ini membuat Musk memiliki tujuan yang sama dengan Trump yang juga menghadapi lebih dari selusin tuntutan pidana atas upayanya untuk membatalkan hasil pemilu tahun 2020.
Ketika Musk membeli Twitter pada tahun 2022, ia mencabut larangan pada akun mantan presiden tersebut. Namun, ia juga mendukung saingan Trump dari Partai Republik, Ron DeSantis, yang menyelenggarakan peluncuran kampanye yang penuh gangguan di platform tersebut.
Sejak itu, ia semakin fokus pada prioritas yang sama dengan kubu kanan garis keras Republik. Yakni menyuarakan kemarahan atas dugaan penyensoran terhadap kaum konservatif dan menyebarkan berita yang menghasut dan palsu tentang imigrasi.
Mengomentari kerusuhan baru-baru ini di Inggris, Musk sempat mengklaim bahwa "perang saudara tidak dapat dihindari" di Inggris. Ia bahkan membagikan postingan palsu tentang "kamp penahanan".
Analisis baru dari Center for Countering Digital Hate menunjukkan bahwa klaim Musk yang salah atau menyesatkan tentang pemilu AS telah ditonton hampir 1,2 miliar kali di X. Di sisi lain, Uni Eropa juga sedang menyelidiki X berdasarkan undang-undang yang mengharuskan perusahaan digital untuk mengawasi konten daring dengan benar, mengingatkannya untuk menghentikan penyebaran materi yang "berbahaya" di platform tersebut.
"Semakin banyak audiens, semakin besar pula tanggung jawabnya," tulis pejabat digital tertinggi blok tersebut Thierry Breton di platform tersebut, bersama dengan surat yang menjabarkan kewajiban Musk untuk memerangi konten ilegal dan disinformasi berdasarkan hukum UE.
(sef/sef)