
Kinerja Tingkat Pengangguran Era Jokowi Dibayangi 'Catatan Merah'

Jakarta, CNBC Indonesia - Turunnya persentase tingkat pengangguran terbuka pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo mendapat catatan khusus dari sejumlah ekonom. Penurunan tingkat pengangguran sayangnya diiringi dengan meningkatnya persentase tingkat pekerja setengah menganggur dan pekerja informal.
Dua data itu memiliki efek yang serius terhadap perekonomian Indonesia bila tak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sebab, keduanya menurut sejumlah ekonom bisa menjadi gambaran yang menunjukkan daya beli masyarakat tak optimal, karena tidak memberikan pendapatan rutin bulanan, dan tak adanya keamanan kerja atau job security.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan angka tingkat pengangguran terbuka sebagai persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Sementara itu, setengah penganggur sebagai pekerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Sedangkan, pekerja informal sebagai berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tak dibayar.
Per Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) sudah sebesar 4,82% dengan jumlah pengangguran 7,2 juta orang. Persentase TPT itu turun dari catatan pada 2019 lalu, atau tahun kedua Presiden Jokowi menjabat di level 5,01% dengan jumlah pengangguran 6,82 juta. Sedangkan pada 2014 TPT sebesar 5,7% dengan jumlah pengangguran 7,2 juta.
Ekonom senior dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, turunnya data TPT sebetulnya tak ada artinya dalam menggambarkan kondisi kesehatan tenaga kerja di Indonesia, sebab penurunannya bermasalah.
Ia menjelaskan, masalah ini disebabkan karena definisi pengangguran BPS sangat longgar, yakni mereka yang dalam seminggu terakhir bekerja minimal 1 jam, baik dibayar maupun tidak dianggap bekerja. Jika definisi pengangguran itu disesuaikan menjadi bekerja 35 jam dalam seminggu dan dibayar seperti definisi di berbagai negara, maka tingkat pengangguran di Indonesia ia klaim bisa mencapai 31,07%.
"Jadi terlihat bahwa tingkat pengangguran menurun, tetapi penurunan tersebut bermasalah," kata Wijayanto saat ditemui CNBC Indonesia, Jakarta, dikutip Senin (12/8/2024).
Di sisi lain, Wijayanto mengingatkan, data per Februari 2024 juga menunjukkan persentase tingkat setengah pengangguran melonjak menjadi sebesar 8,52%. Padahal pada 2020 hanya sebesar 6,34%, pada 2019 di level 7,37%. "Tapi kita bahasnya pengangguran kita turun, itukan angka meaningless, jadi mengerikan kan," tuturnya.
Kondisi ini seiring dengan data proporsi pekerja informal yang terus mendominasi, dan bahkan melonjak angkanya per Februari 2024 menjadi 59,17% dari jumlah pekerja. Sedangkan pada 2020 persentasenya masih sebesar 56,64%, dan pada 2019 masih sebesar 57,27%.
"Ini artinya industri enggak tumbuh kan, orang pilih aktivitas ekonomi lain. Kalau ada pabrik saya kerja di pabrik, tapi karena enggak ada pabrik saya sektor jasa itu, jualan kopi keliling, pedagang asongan," ucapnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menganggap, banyaknya pekerja informal ini yang menjadi pemicu daya beli masyarakat melemah beberapa waktu terakhir.
"Daya beli yang tergerus juga berhubungan dengan struktur tenaga kerja yang didominasi sektor informal," kata Telisa.
Telisa menilai sektor informal ditandai dengan pendapatan yang tidak pasti. Akibatnya hal itu mempengaruhi daya beli pekerja di sektor informal ini.
Telisa mengatakan banjir pekerja informal ini terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang lebih suka merekrut pekerjanya dengan sistem outsourcing. Dia bilang praktik perekrutan menggunakan sistem outsourcing semakin marak sejak Undang-Undang Cipta Kerja.
"Karena perusahaan memang lebih suka outsourcing," katanya.
Meski begitu, pemerintah tetap menganggap turunnya data TPT sebagai bentuk berkualitasnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5% selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kualitas pertumbuhan juga meningkat signifikan tercermin dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi sehingga mampu menurunkan TPT ke level di bawah prapandemi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip dari siaran pers, Senin (6/5/2024).
Proporsi pekerja informal pun menurutnya telah menurun dari 60,12% pada Februari 2023 menjadi 59,17% pada Februari 2024. Penurunan proporsi pekerja informal ini ia anggap memberikan indikasi yang positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional, karena lebih banyak orang mendapatkan akses ke pekerjaan formal atau memiliki stabilitas pekerjaan yang lebih baik.
"Ke depan APBN akan terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja, " ujar Sri Mulyani.
(Rosseno Aji Nugroho/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik Tekstil Berguguran, Ini Solusi Pemerintah!
