Satu Lagi Derita Kelas Menengah RI: Susah Punya Rumah Layak

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Jumat, 09/08/2024 12:30 WIB
Foto: Infografis/Berlaku 1 Maret, Ini Dia Aturan Lengkap DP 0 Rupiah KPR/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia-Kelas menengah dan calon kelas menengah Indonesia tidak hanya dihadapkan pada daya beli yang melemah. Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkapkan dua kelas mayoritas di Indonesia ini juga kesulitan mendapatkan rumah yang layak huni.

Peneliti LPEM UI Teuku Riefky mengatakan lembaganya mengukur tingkat kesejahteraan kelas menengah dan calon kelas menengah di Indonesia berdasarkan 3 aspek nonmeneter, yakni akses ke air minum, sanitasi dan tempat tinggal. Hasilnya selama 2014-2023, aspek kualitas hidup yaitu akses ke air minum dan sanitasi relatif meningkat. Namun, kelompok ini masih sulit mendapatkan tempat tinggal yang layak.

"Walaupun kondisi hidupnya membaik untuk aspek air minum dan sanitasi, kedua kelompok ini masih menghadapi isu serius terkait kualitas tempat tinggal," kata Riefky dalam laporan terbaru LPEM UI, dikutip Jumat, (9/8/2024).


Sebagai catatan, LPEM mengambil standar kelayakhunian rumah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mengenai tempat tinggal dengan kualitas atap, tembok, atau lantai yang buruk.

Mengacu pada standar itu,Riefky mencatat pada 2014 sebanyak 40,8% kelas menengah masih memiliki kualitas tempat tinggal yang kurang layak. Dalam waktu 10 tahun, kondisi itu tak banyak berubah. Sebab pada 2023, jumlah kelas menengah yang tinggal di rumah tak layak masih berada di level 39,9%.

Riefky mengatakan keadaan yang lebih buruk soal tempat tinggal dialami kelompok calon kelas menengah. Pada 2014, LPEM mencatat ada 51,5% penduduk calon kelas menengah yang memiliki tempat tinggal yang buruk. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2023, jumlahnya justru naik menjadi 52,7%.

"Secara garis besar, calon kelas menengah dan kelas menengah tidak mengalami peningkatan kesejahteraan secara signifikan dari segi nonmoneter," kata dia.

Riefky mengatakan kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa calon kelas menengah dan kelas menengah memang memiliki kecukupan finansial di atas kebutuhan dasar. Namun, hal ini tidak berarti mereka cukup dalam dimensi kesejahteraan lainnya.

Dia mengatakan buruknya kesejahteraan di segi non moneter berpotensi berdampak signifikan, terutama kepada anak-anak kelompok masyarakat ini. Kombinasi kualitas hidup yang buruk, kata dia, dapat meningkatkan risiko terjadinya kekurangan gizi.

Sebelumnya, kondisi daya beli dan kesejahteraan kelas menengah di Indonesia mendapatkan sorotan. Sejumlah ekonom termasuk dari LPEM UI memperkirakan jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penyusutan.

Pada periode 2018-2023, proporsi kelas menengah dari populasi menyusut dari angka 23% menjadi sekitar 17%-18%. Penurunan porsi kelas menengah ini mengkhawatirkan, sebab kelas mayoritas ini adalah motor konsumsi yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia.


(rsa/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AMRO Ungkap Risiko Pembengkakan Rasio Utang RI Terhadap PDB