
Pak Jokowi, 'Alarm Bahaya" Ekonomi RI Menyala, Ini Buktinya!
Jakarta, CNBC Indonesia- Perlambatan ekonomi global, berlanjutnya Perang Ruia-Ukraina hingga Timur Tengah serta berlanjutnya era suku bunga tinggi masih menjadi momok bagi dunia internasional termasuk Indonesia.
Dampak tekanan global terhadap perekonomian Tanah Air tercermin dari sejumlah data makro RI mulai dari deflasi yang mengindikasikan adanya perlambatan daya beli, berlanjutnya tren PHK dan penutupan pabrik industri padat karya hingga anjloknya jumlah kelas menengah sebagai tulang punggung ekonomi RI.
Economist CNBC Indonesia Research, Maesaroh mengatakan melemahnya data ekonomi di Q2-024 meski ada momentum peningkatan konsumsi efek Lebaran hingga Tahun Ajaran Baru harus menjadi perhatian pemerintah karena mencerminkan adanya tekanan dalam ekonomi RI.
Maesaroh juga menilai di Q3-2024 ini tidak ada momentum yang bisa dijadikan bantalan bagi peningkatan konsumsi dan ekonomi RI. Selain itu sumber pertumbuhan dari sisi ekspor juga mengalami tantangan seiring dengan melambatnya harga komoditas maupun melemahnya permintaan negara mitra dagang.
Senada dengan Maesaroh, Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad juga menyebutkan tingkat konsumsi yang di bawah PDB RI sebesar 5,05% menjadi alarm bahaya terhadap potensi perlambatan ekonomi yang cukup dalam.
Selain itu posisi Indonesia dalam perdagangan global juga masuk tahap yang tidak menguntungkan dengan laju impor yang lebih tinggi dibanding ekspor. Hal ini menunjukkan produksi barang dan jasa dalam negeri akan kalah dengan masukannya barang impor.
Seperti apa ulasan ekonom terkait alarm bahaya yang membayangi ekonomi RI? Selengkapnya simak dialog Shinta Zahara dan Economist CNBC Indonesia Research, Maesaroh dengan Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad dalam Profit, CNBC Indonesia (Kamis, 08/08/2024)
-
1.
-
2.
-
3.