AS Dihantui Resesi, Airlangga Wanti-Wanti 'Capital Flight' dari RI

Arrijal Rachman & Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Selasa, 06/08/2024 09:55 WIB
Foto: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberi keterangan pers terkait Pertumbuhan Ekonomi Q2-2024 di Gedung Ali Wardhana, Menko Perekonomian, Jakarta, Senin, (5/8/2024). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mewaspadai risiko yang membayangi Indonesia jika Amerika Serikat (AS) mengalami resesi ekonomi. Resesi AS, menurutnya, bisa memicu kaburnya dana asing (capital flight) dari pasar keuangan Indonesia.

Oleh karena itu, Airlangga mengatakan pemerintah saat ini masih dalam sikap mencermati kondisi yang bisa betul-betul terjadi. Namun, ia berharap tingkat suku bunga acuan akan bisa turun pada Kuartal IV-2024.

"Yang terkait US tentu kita terus monitor dan tentu kita berharap tingkat suku bunga US di kuartal IV bisa turun walau belum ada yang bisa jamin," tegas Airlangga.


Ia mengakui, sebetulnya gap antara tingkat suku bunga dengan inflasi di Indonesia saat ini memang sudah terlampau jauh. Namun, Airlangga mengatakan, tingkat suku bunga acuan saat ini dibutuhkan untuk mencegah kaburnya aliran modal asing ke AS.

"Karena tentu kita lihat tingkat suku bunga kita dengan inflasi gapnya agak tinggi, tapi kita tahu kita harus juga jaga supaya tidak terjadi capital flight," tegas Airlangga.

Potensi resesi AS muncul setelah rilis data pasar tenaga kerja di negeri Paman Sam yang melambat tajam dan beberapa data ekonomi AS yang cenderung mengecewakan.

Data pasar tenaga kerja mengalami perlambatan tajam. Dimulai dari klaim pengangguran naik signifikan ke 249.000, melampaui ekspektasi yang proyeksi hanya naik 1000 ke 236.000 klaim.

Sehari kemudian, kondisi pasar tenaga kerja yang melambat semakin dikonfirmasi dengan data pekerjaan tercatat di luar pertanian (non-farm payrolls/NFP) yang hanya bertambah 114.000, jauh dari estimasi pasar yang proyeksi adanya penambahan tenaga kerja 179.000 ke 175.000 pekerjaan.

Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro angka NFP yang baru dirilis. Angka NFP aktual pada bulan April-Juni hanya direvisi 27.000-67.000 lebih rendah, sedangkan angka bulan Maret justru direvisi lebih tinggi, sehingga mencerminkan kekuatan pasar tenaga kerja AS yang sedang berlangsung.

Dengan demikian, dia yakin AS tidak akan mengalami resesi. Pasalnya, inflasi belum benar-benar turun.

"Karena AS akan memompa lebih banyak uang dan merangsang ekonomi menjelang pemilihan umum November," paparnya.

Satria mengungkapkan aksi jual pasar baru-baru ini mungkin berasal dari strategi carry trade yen, bukan resesi AS.

Sebagai catatan, carry trade adalah strategi perdagangan yang sangat populer di mana investor meminjam dari negara dengan suku bunga rendah dan mata uang yang lebih lemah dan menginvestasikan kembali uang tersebut dalam aset negara lain dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Strategi ini telah menjadi salah satu sumber arus kas terbesar di pasar mata uang global.

Adapun, Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang menilai resesi ekonomi di AS kemungkinan besar akan berpengaruh buruk bagi perekonomian Indonesia.

Dia mengatakan akan terjadi modal keluar dari Indonesia untuk mencari negara atau aset yang dianggap lebih aman.

"Karena flight to quality, investor akan cari negara atau aset yang lebih aman," kata dia.

Hosianna mengatakan aliran modal keluar akan berpengaruh pada nilai tukar dan aset keuangan. Dia menuturkan resesi AS juga dapat berpotensi menimbulkan resesi global.

"Karena US kan the biggest economy, bila US resesi maka global mungkin juga resesi, mengingat China, Euro dan Jepang juga tidak bagus growthnya," ujarnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bukti Kepercayaan Konsumen AS Memburuk di Juni 2025