Economic Update 2024

66% Listrik dari Batu Bara, Tapi Syukur Tak Kena Gonjang-Ganjing Dunia

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
05 August 2024 19:00
Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam acara Closing Bell, Senin (5/8/2024). (CNBC Indonesia TV)
Foto: Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam acara Closing Bell, Senin (5/8/2024). (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mewaspadai potensi kenaikan harga minyak atas konflik di Timur Tengah yang saat ini masih berlangsung. Sebab, hal ini akan berdampak pada meningkatnya alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, selain membuat alokasi belanja subsidi BBM menjadi naik, peningkatan harga minyak mentah global juga berpotensi menjadikan subsidi listrik mengalami kenaikan.

Meski demikian, karena 66% listrik Indonesia masih disuplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, kenaikan harga minyak mentah global tidak terlalu berdampak signifikan bagi alokasi belanja subsidi listrik dalam negeri. Terlebih, harga jual batu bara untuk kelistrikan di dalam negeri juga telah dipatok maksimal sebesar US$ 70 per ton.

"Dari sisi listrik pun demikian, kan beberapa masih menggunakan BBM. Tapi alhamdulillah kita punya kebijakan yang sangat baik untuk listrik. Listrik kan basisnya sekarang 66% itu dari batu bara. Batu baranya kan sudah dipatok harganya maksimum di angka 70 dolar," kata Dadan dalam Program Economic Update CNBC Indonesia, Senin (5/8/2024).

Semula, Dadan mengungkapkan bahwa setiap kenaikan harga minyak dunia sebesar US$ 1 per barel berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 3,3 triliun. Namun di sisi lain, peningkatan tersebut juga akan memberikan dampak signifikan terhadap meningkatnya belanja negara hingga Rp 9,2 triliun.

"Nah produksi itu juga ada pendapatan negara di situ. Jadi ada angka kalau harga minyak kita naiknya satu dolar per barel itu menambah pendapatan negaranya itu Rp 3,3 triliun. Tapi di sisi yang lain karena kita juga impor baik minyak mentah maupun BBM-nya itu menambah belanja negara," kata Dadan.

Setidaknya, setiap kenaikan harga minyak mentah atau ICP sebesar US$ 1 per barel akan meningkatkan defisit APBN sebesar Rp 5-6 triliun. Adapun defisit tersebut disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan anggaran untuk subsidi dan kompensasi BBM.

"Sehingga kalau naik itu sebetulnya lebih banyak impact-nya memang ke sisi dalam negeri. Jadi defisit itu sekitar Rp 5-6 triliun ya untuk setiap kenaikan satu dolar per barel. Itu dari sisi minyak," kata Dadan.

Sebagaimana diketahui, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah Indonesia dalam APBN 2024 sebesar US$ 82 per barel. Anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2024 ditetapkan sekitar Rp 329,9 triliun. Jumlah ini meningkat dari realisasi tahun anggaran 2023 sebesar Rp 269,6 triliun.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dunia Gonjang-Ganjing, Begini Cara Pemerintah Jaga Ketahanan Energi RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular