Internasional

Nasib Hamas Usai Ismail Haniyeh Tewas, Siapa Penggantinya?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
01 August 2024 13:00
Foto kolase Khalil al-Hayya dan Khaled Mashaal, (AP Photo)
Foto: Foto kolase Khalil al-Hayya dan Khaled Mashaal, (AP Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Ismail Haniyeh terus menjadi sorotan. Pemimpin tertinggi milisi Hamas itu dilaporkan terbunuh dalam sebuah serangan udara di kediamannya di Teheran, Iran, Selasa (30/7/2024).

Belum jelas secara pasti siapa yang menginisiasi serangan udara itu. Sejauh ini, Hamas menuding Israel sebagai dalang dari serangan ini, mengingat posisi negara itu yang saat ini sedang melancarkan perang total terhadap milisi tersebut. Israel sendiri belum berkomentar banyak atas adanya serangan ini.

Namun selain soal pembunuhannya, teka-teki lain yang muncul adalah siapa sosok penggantinya. Secara aturan, seharusnya Wakil Ketua Biro Politik Hamas, Saleh Arouri, langsung ditunjuk otomatis menggantikan Haniyeh.

Akan tetapi, Arouri tewas dalam serangan Israel di Beirut pada bulan Januari dan akan menjadi penggantinya secara otomatis. Jabatan Arouri tetap kosong sejak kematiannya.

Dewan Syura Hamas, yang menjadi badan konsultatif utama, diperkirakan akan segera bertemu setelah pemakaman Haniyeh di Qatar untuk menunjuk pengganti baru. Keanggotaan dewan tersebut dirahasiakan, tetapi mewakili mereka mewakili cabang-cabang kelompok tersebut di Gaza, Tepi Barat, diaspora, serta mereka yang dipenjara.

Pertemuan penuh para pemimpin mungkin akan menjadi rumit karena ketidakmampuan mereka untuk bersidang. Sebagian besar dari hampir 60 anggota kelompok tersebut berada di Gaza.

Pakar Palestina, Hani Al Masri, mengatakan kandidat yang sesuai dengan konsensus mungkin akan ditunjuk sebelum Dewan Shura bersidang, dengan pemilihan resmi yang akan diadakan oleh dewan nanti. Pemilihan umum telah ditunda tahun ini karena perang.

Al Masri mengatakan untuk figur, pilihannya sekarang mungkin mengerucut ke dua nama, antara lain Khaled Mashaal, wakil Haniyeh lainnya, dan juga Khalil Al Hayya, seorang tokoh kuat dalam Hamas yang dekat dengan Haniyeh.

"Itu tidak akan mudah. Pemimpin politik baru Hamas harus memutuskan apakah akan melanjutkan opsi militer. Mereka juga akan menjadi kelompok gerilya dan bawah tanah serta berupaya menawarkan kompromi politik," ujarnya kepada Associated Press.

Secara figur, Mashaal memiliki pengalaman politik dan diplomatik. Walau begitu, hubungannya dengan Iran, Suriah, dan Hizbullah memburuk karena dukungannya terhadap Arab Spring pada tahun 2011. Ketika ia berada di Lebanon pada tahun 2021, para pemimpin Hizbullah dilaporkan menolak untuk bertemu dengannya.

Selain itu, Mashaal berada dalam spektrum yang berlawanan dengan tokoh Hamas pemimpin perang di Gaza, Yahya Sinwar. Sinwar diprediksi tidak akan memberikan dukungan pada Mashaal.

Namun Mashaal memiliki hubungan baik dengan Turki dan Qatar, tempat kelompok tersebut bermarkas, dan dianggap sebagai tokoh yang lebih moderat. Presiden Palestina Mahmoud Abbas meneleponnya pada hari Sabtu untuk menyampaikan belasungkawa atas pembunuhan Haniyeh.

Di sisi lain, Hayya, yang merupakan wakil dari Yahya Sinwar, memiliki koneksi internasional yang penting dan baik dengan sayap militer kelompok itu serta dengan Iran, Qatar, Mesir, dan Turki. Ia adalah pemimpin Hamas pertama yang berbicara setelah serangan terhadap Haniyeh.

Hayya mengatakan bahwa pilihan dengan Israel adalah darah dan perlawanan, sehingga pembicaraan atau negosiasi bukanlah sesuatu yang dapat membebaskan mereka dari ancaman Tel Aviv.

"Meskipun pembunuhan Haniyeh menyakitkan bagi kami, kami meyakinkan bangsa ini, pilihan kami di Hamas dan perlawanan terus berlanjut dengan strategi yang jelas, yang tidak menyimpang dari kesyahidan seorang pemimpin atau 10 orang," kata Hayya, berbicara dari Teheran.

Untuk calon di luar Mashaal dan Hayya, Al Masri juga menyebutkan figur lainnya yakni Nizar Abu Ramadan, yang sempat menantang Sinwar untuk jabatan kepala Gaza, dan dianggap dekat dengan Mashaal. Moussa Abu Marzouk, wakil Mashaal, adalah kandidat potensial lainnya.

Pakar konflik Palestina di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, Hugh Lovatt, mengatakan bahwa wafatnya Haniyeh akan memperkuat garis perlawanan gerakan tersebut. Nantinya, ideologi Hamas akan semakin bergeser ke arah strategi garis keras dan menjauh dari diplomasi dan politik.

"Namun, bukan hanya Sinwar yang harus mendukung penggantinya. Hal ini lebih berkaitan dengan konsensus internal antara para pemimpin Gaza dan pihak-pihak di luar negeri,"ungkapnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Serangan Israel Tewaskan 24 Warga Dalam 3 Serangan Terpisah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular