Internasional

Benua Amerika Panas, Polisi Tembak Warga-Dunia Protes Keras

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
31 July 2024 11:57
Seorang demonstran berlari membawa bendera nasional Venezuela di antara blokade jalan yang terbakar selama protes terhadap hasil pemilu setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan saingan oposisinya Edmundo Gonzalez mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden hari Minggu, di Puerto La Cruz, Venezuela 29 Juli 2024. (REUTERS/Samir Aponte)
Foto: Seorang demonstran berlari membawa bendera nasional Venezuela di antara blokade jalan yang terbakar selama protes terhadap hasil pemilu setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan saingan oposisinya Edmundo Gonzalez mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden hari Minggu, di Puerto La Cruz, Venezuela 29 Juli 2024. (REUTERS/Samir Aponte)

Jakarta, CNBC Indonesia - Benua Amerika kembali memanas. Ini dipicu oleh pemilihan presiden (pilpres) Venezuela yang mendapatkan kecurigaan dari sejumlah pihak dan negara lainnya.

Mengutip AFP Rabu (31/7/2024), warga Venezuela turun ke jalan pada Selasa waktu setempat untuk memprotes kemenangan petahana Nicolas Maduro dari lawannya, Edmundo Gonzalez Urrutia. Mereka menuding pemilihan diadakan dengan penuh kecurangan karena Gonzalez Urrutia diperkirakan menang besar dalam jajak pendapat independen sebelumnya.

Dalam pantauan, warga masih terus berupaya turun ke jalan sambil meneriakan kata-kata "Kebebasan, kebebasan!" dan "Pemerintah ini akan jatuh!". Pasukan keamanan pun berupaya membubarkan aksi mereka dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet.

Di sisi lain, sejumlah warga merobek poster kampanye Maduro dari tiang-tiang jalan dan membakarnya. Banyak yang memilih untuk memukul panci dan wajan, yang dikenal sebagai bentuk protes tradisional di Amerika Latin.

Sejauh ini, 11 orang dilaporkan telah tewas dalam aksi unjuk rasa ini. Alfredo Romero dari LSM hak asasi manusia Foro Penal mengatakan jumlah korban dari bentrokan tersebut terdiri dari dua anak di bawah umur dan sembilan orang dewasa. Lima dari korban tewas terjadi di ibu kota Caracas.

Selain itu, Jaksa Agung Tarek William Saab mengatakan Selasa bahwa ada 749 telah ditangkap dalam protes. Mereka menghadapi dakwaan menentang otoritas atau, dalam kasus yang paling serius, terorisme.

"Saya khawatir tentang penggunaan senjata api. Kita berada dalam krisis hak asasi manusia," kata Romero.

Survei Rumah Sakit Nasional menyebut dalam data sementara ada 44 orang yang terluka. Mereka sebagian besar terluka karena tertembak. Militer melaporkan 23 orang terluka dan satu orang tewas di antara anggotanya.

Sebelumnya, Maduro memenangkan pemilihan dengan memegang 51,2% suara. Lawannya, Edmundo Gonzalez Urrutia, hanya berhasil mengamankan 44,2% suara.

Meski berada jauh di belakang Maduro, kubu Gonzales terus mengklaim kemenangan. Mengutip hasil exit poll independen, pemimpin oposisi María Corina Machado mengklaim González memenangkan 70% suara.

"Hasil pemilihan ini adalah kecurangan. Gonzalez Urrutia adalah presiden terpilih Venezuela yang sah," ujar Machado.

Dunia Protes Keras

Selain warga dan oposisinya, kemenangan Maduro juga memicu pernyataan keprihatinan dunia. Mulai dari negara Amerika Latin sendiri, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat (AS), hingga Uni Eropa (UE).

Sembilan negara Amerika Latin menyerukan dalam pernyataan bersama hari Senin untuk peninjauan lengkap atas hasil pemilihan dengan kehadiran pemantau pemilu independen. Brasil dan Kolombia juga mendesak peninjauan ulang terhadap angka-angka tersebut sementara presiden Chili mengatakan hasilnya 'sulit dipercaya'.

Peru memanggil duta besarnya yang berada di Venezuela. Panama mengatakan akan menangguhkan hubungan dengan Caracas.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan "kekhawatiran serius" tentang hasil pemilu Venezuela. Menurutnya, hasil pemilu ini tidak mencerminkan keinginan rakyat.

"Washington memiliki kekhawatiran serius bahwa hasil pemilu yang dipublikasikan tidak mencerminkan suara rakyat," ucapnya.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell mengatakan pasukan keamanan Venezuela harus menjamin bahwa para demonstran dapat berkumpul dengan damai. Sementara PBB mendesak transparansi.

Sementara itu, Caracas membalas aksi sejumlah negara tetangganya pada Senin. Negara itu mengatakan bahwa mereka menarik staf diplomatik dari Argentina, Chili, Kosta Rika, Panama, Peru, Republik Dominika, dan Uruguay karena 'tindakan dan pernyataan intervensionis' negara-negara tersebut.

Maduro

Di sisi lain, Maduro, 61 tahun, menghadiri pertemuan untuk mengikuti proses pengesahan dirinya kembali untuk periode jabatan ketiga selama enam tahun hingga tahun 2031 oleh Dewan Pemilihan Nasional (CNE) . Dalam forum itu, ia menepis kritik dan keraguan internasional tentang hasil pemungutan suara.

"Venezuela menjadi target percobaan 'kudeta' yang bersifat fasis dan kontra-revolusioner," jelasnya.

Dalam kesempatan lainnya, Maduro mengatakan oposisi akan bertanggung jawab atas 'kekerasan kriminal'. Ia menyebut bahwa warga yang terluka, yang tewas, dan fasilitas yang mengalami kehancuran adalah tanggung jawab dari oposisi.

Maduro sendiri telah memimpin Venezuela sejak tahun 2013. Administrasinya telah memimpin keruntuhan ekonomi, migrasi sekitar sepertiga penduduk, dan kemerosotan tajam dalam hubungan diplomatik. Kondisi ini juga didalangi oleh sanksi yang dijatuhkan oleh AS, UE, dan negara-negara lain yang akhirnya melumpuhkan negara minyak yang sudah berjuang ini.

Pada era kepemimpinannya, upah minimum warga setara dengan US$ 3,50 (Rp 57 ribu) per bulan, sementara makanan pokok untuk keluarga beranggotakan lima orang diperkirakan berharga sekitar US$ 500 (Rp 8,1 juta). Banyak orang menerima keranjang makanan dari pemerintah atau kiriman uang dari kerabat di luar negeri.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Upah Minimum Warga Rp 57 Ribu/Bulan, Negara Bangkrut Ini Gelar Pemilu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular