
Bukan RI! Malaysia Raja Ekspor Sagu Dunia, Menperin Komentar Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan nilai ekspor sagu Indonesia kalah dari Malaysia. Padahal RI memiliki potensi lahan sagu terbesar di dunia.
Padahal potensi luas lahan sagu Indonesia mencapai 5,5 juta hektare dari 6,5 juta hektare lahan sagu di seluruh dunia. Artinya 84%-nya berada di Indonesia.
Namun menurutnya mengutip data statistik perkebunan Kementan 2022, kurang dari 4% luas areal sagu nasional yang baru termanfaatkan, atau hanya seluas 212.468 hektare dengan total potensi produksi sagu sebanyak 385.905 ton pada 2022.
"Pemanfaatan potensi sagu di Indonesia dirasakan masih sangat rendah karena beberapa kendala," katanya, dalam acara Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu, di Gedung Kemenperin, Jakarta, (29/7/2024).
![]() Kegiatan masyarakat Desa Klayas sebelumnya mencari sagu di hutan dan mengolah dengan air kubangan. (Dok: Pertamina Kilang Internasional) |
Padahal, menurut Agus Gumiwang, sagu dapat menjadi alternatif sumber karbohidrat yang dapat dikembangkan, supaya Indonesia bisa menjadi salah satu pemasok pati sagu terbesar di dunia. Namun sebaliknya RI masih kalah dalam hal ekspor dari Malaysia.
"Lahan sagu di Indonesia hampir 85% tapi pemasok pati sagu di dunia terbesar berasal dari Malaysia. Ini suatu hal yang aneh, Malaysia pada 2023 mengekspor Pati sagu US$ 15 juta, masih kecil juga. Tapi dibandingkan Indonesia yang memiliki lahan terbesar tahun lalu ekspor Pati sagu kita hanya US$ 9 juta. Sangat jauh dari potensi, yang tentu harus terus-menerus kita perbaiki agar potensi tersebut agar bisa tumbuh," katanya.
Menurut Politisi Partai Golkar ini potensi sagu masih belum termanfaatkan dengan baik. Sehingga ia meminta pengusaha untuk mengisi pasar sagu nasional dan internasional.
Dalam kesempatan itu juga, Agus Gumiwang juga menjelaskan kendala pemanfaatan industri sagu Indonesia. Pertama pada alur rantai pasok bahan baku sagu, dimana area sagu dari perkebunan rakyat masih mendominasi dengan persentase penguasaan lahan mencapai 94,34%. Dengan kontribusi produksi sagu mencapai 99%.
Masalahnya infrastruktur perkebunan rakuat ini masih sederhana dengan fasilitas penunjang yang minim. Hal ini menyebabkan rantai suplai sagu dari hulu ke hilir menjadi terbatas.
Kedua, terkait keterampilan dan kapasitas SDM yang masih minim. Ketiga terkait dengan rendahnya popularitas komoditas sagu menjadi penghambat pengembangan dan riset, hingga membatasi pencapaian potensi komoditas ini.
(emy/wur)
[Gambas:Video CNBC]