
Rugi Rp 34 Miliar Akibat Fraud, Bos BPJS Kesehatan Yakin Duitnya Balik

Jakarta, CNBC Indonesia - Dugaan fraud yang dilakukan oleh enam rumah sakit (RS) terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi merugikan lembaga negara itu senilai Rp 34 miliar.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pun optimistis bahwa uang yang hilang akibat manipulasi diagnosis untuk mendongkrak jumlah tagihan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan phantom billing atau tagihan palsu itu akan kembali.
"Jadi kerugian itu harus dikembalikan oleh katakanlah fasilitas pelayanan kesehatannya, begitu," kata Ghufron dalam program Power Lunch, CNBC Indonesia, Jumat (26/07/2024).
Ghufron mengatakan, jika uang tidak kembali maka tentu Tim Pencegahan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PKJKN), yang beranggotakan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPJS Kesehatan akan mengambil tindakan.
"Tentu kemungkinan besar sih dikembalikan, jika tidak tentu sesuai dengan tugas ya dan wawenang masing-masing dari tim yang tergabung di dalam PKJKN tadi akan menindaklanjuti sampai tentu ke ranah hukum gitu. Sekarang ini tentu KPK juga turun ya," ucap Ghufron.
Meski BPJS Kesehatan tengah tertimpa permasalahan itu, ia memastikan kepada rumah sakit lainnya yang tak terlibat tindakan kecurangan atau fraud bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih sehat untuk membayarkan berbagai tagihan klaim.
"Kami sampaikan ya bahwa kami tidak kesulitan membayar rumah sakit. Untuk tahun kemarin ya, dulu waktu kami masuk kan masih defisit ya, sekarang sudah tidak. 2021 akhir sudah positif, 2022 positif, 2023 ya kita masih tetap membayar dengan lancar, 2024 dan termasuk ya nanti kami jamin ya itu tidak perlu kekhawatiran kami tidak bisa bayar," tutur Ghufron.
Sebelumnya, tim yang terdiri dari KPK, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan temuannya soal kecurangan terhadap sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tim melakukan pemantauan terhadap klaim 6 rumah sakit selama 2023.
Hasilnya ditemukan 3 rumah sakit melakukan manipulasi diagnosis untuk mendongkrak jumlah tagihan kepada BPJS. Sementara, 3 rumah sakit lainnya diduga melakukan phantom billing atau membuat tagihan palsu kepada BPJS.
Dalam modus manipulasi diagnosis, pihak rumah sakit menambah jumlah tetapi atau jenis perawatan pasien sehingga harga tagihan menjadi lebih mahal.
Sementara itu, pada modus phantom billing, pihak rumah sakit merekayasa seolah ada pasien BPJS yang mereka rawat, padahal tidak ada sama sekali.
KPK menyatakan 3 rumah sakit yang melakukan phantom billing inilah yang akan dibawa ke ranah pidana. Dua rumah sakit diketahui berada di Sumatera Utara, dan 1 rumah sakit berada di Jawa Tengah. Pahala mengatakan dugaan kecurangan ini diduga merugikan BPJS sebesar Rp 34 miliar.
"Pimpinan memutuskan untuk 3 kasus ini dibawa ke penindakan," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di kantornya, Jakarta, Rabu, (24/7/2024).
Pahala mengatakan langkah pidana ini diambil untuk menimbulkan efek jera. Dia mengatakan kasus ini bisa saja dilimpahkan ke lembaga penegak hukum lainnya, apabila kriteria kasus tak memenuhi standar perkara yang bisa ditangani KPK
Sementara untuk rumah sakit lainnya yang diduga juga melakukan kecurangan, pemerintah memberikan waktu 6 bulan untuk mengakui dosanya. Pihak rumah sakit juga harus mengembalikan keuntungan yang didapat dari tindakan curang ke BPJS Kesehatan.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kepesertaan JKN 98,19%, Indonesia Raih Predikat UHC