Harga Nikel US$ 16.000-an/Ton, Bos Harita (NCKL) Blak-blakan Sebut Ini

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
18 July 2024 14:25
Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel), Roy Arman Arfandy menyampaikan pemaparan dalam acara Green Economic Forum 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel), Roy Arman Arfandy menyampaikan pemaparan dalam acara Green Economic Forum 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Harita Nickel atau PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Roy Arman Arfandy menanggapi harga nikel yang tengah berfluktuasi saat ini. Mengutip Trading Economics, harga nikel pada Rabu (17/07/2024) berada pada level US$ 16.457 per ton. Harga nikel ini masih tutun 21,03% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy).

Roy menilai, hal tersebut merupakan hal yang normal karena harga komoditas nikel memang terus mengalami fluktuasi.

Dia menilai bahwa Indonesia tidak akan kehilangan momentum bila harga nikel dunia naik atau pun turun. Dia menilai, Indonesia saat ini sudah melakukan program hilirisasi dengan baik, bahkan sejak 2020 lalu.

"Memang nikel ini adalah satu komoditas yang harganya sangat fluktuatif. Terus terang kalau harga nikel ini kita lihat itu sangat tergantung pada supply demand terhadap kebutuhan nikel dunia maupun juga tergantung kepada jumlah stok nikel yang terdapat di pasaran di dunia," jelas Roy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (18/7/2024).

"Kita melihat puncak tertinggi harga nikel itu pada tahun 2022. Namun setelah euforia harga yang demikian tinggi pada 2022 terjadi flukuasi dan pada saat ini harga berkisar antara sekitar 16 ribu dolar per ton," imbuhnya.

Namun, dengan adanya hilirisasi di Tanah Air, fluktuasi harga ini tidak terlalu berpengaruh pada RI. Pasalnya, produk yang dihasilkan di dalam negeri sudah bernilai tambah tinggi, bukan hanya mineral atau bijih mentah. Nilai ekspor nikel RI pun sudah melonjak 10 kali lipat dibandingkan sebelum adanya program hilirisasi yang hanya mengekspor bijih mentah.

"Terjadi peningkatan ekspor nikel yang luar biasa hasilnya ke Indonesia. Itu meningkat kurang lebih 10 kali lipat dibanding tahun 2017. Nah ini yang salah satu dampak yang sangat baik buat Indonesia," bebernya.

Meski demikian, dia menilai, perusahaan harus tetap bisa beroperasi secara efisien agar bisa berkompetisi dengan perusahaan kelas dunia lainnya.

"Kalau mengenai harga semuanya akan balik kepada perusahaan pelaku industri bagaimana beroperasi secara efisien agar bisa berkompetisi dengan pelaku-pelaku atau perusahaan nikel di luar Indonesia," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan bahwa nilai ekspor nikel hasil dari hilirisasi melejit lagi. Tak tanggung-tanggung, Jokowi menyatakan nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tersebut bisa menembus hingga Rp 500 triliun.

Sejatinya, melonjaknya nilai ekspor nikel dari hilirisasi ini sudah sering diucapkan Presiden Jokowi. Maklum, sebelum ada hilirisasi pada periode tahun 2017-2018, dalam catatan Kementerian Investasi atau BKPM nilai ekspor bijih nikel Indonesia hanya senilai US$ 3,3 miliar atau Rp 50-an triliun.

"Saat sebelum dibangun industri smelter, kita mengekspor mentah bertahun-tahun. Ekspor yang hanya mentahan nikel, nilainya setiap tahun kurang lebih Rp 30 triliun. Begitu smelter dibangun ekspor kita mencapai Rp 500 triliun," kata Jokowi dalam acara Pembukaan Muktamar XX Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, disiarkan langsung lewat YouTube tvMU Channel, dikutip Sabtu (2/3/2024).

Yang terang, Jokowi menyatakan bahwa naiknya nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tak hanya menguntungkan perusahaan saja akan tapi Indonesia juga mendapatkan penerimaan negara yang meningkat. Misalnya dari pajak perusahaan, pajak penghasilan karyawan, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Yang untungkan perusahaan? Tidak seperti itu. Karena lompatan rupiah tadi saya katakan, kita memungut namanya pajak perusahaan, pajak karyawan, royalti kita dapat, biaya ekspor kita dapat, PNBP kita dapat semuanya," jelasnya.

Apalagi jika Indonesia juga ikut andil dalam perusahaan tersebut, akan mendapat tambahan dari dividen yang besar. Dengan begitu, bukan hanya perusahaan yang menguntungkan, tapi negara juga mendapatkan penerimaan yang besar.

"Inilah yang kita dorong hilirisasi nggak hanya urusan tembaga, nikel, timah, tapi juga akan kita dorong di perkebunan, perikanan, kelautan, pertanian. Kita harus mulai hilirisasikan dengan kesempatan nilai tambah dalam negeri dan membuka kesempatan kerja yang tinggi," jelasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harita Nickel (NCKL) Tambah Dua Entitas Bisnis Baru, Ini Fungsinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular