Internasional

Panas! China Setop Bahas Kontrol Nuklir dengan AS, Siap Perang?

luc, CNBC Indonesia
18 July 2024 05:15
Chinese and U.S. flags flutter near The Bund, before U.S. trade delegation meet their Chinese counterparts for talks in Shanghai, China July 30, 2019.  REUTERS/Aly Song
Foto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

Jakarta, CNBC Indonesia - Beijing telah menghentikan pembicaraan tentang kontrol senjata dan proliferasi nuklir dengan Amerika Serikat sebagai protes terhadap penjualan senjata AS ke Taiwan, pulau yang diperintah secara demokratis dan bersekutu dengan Washington, yang diklaim China sebagai wilayahnya.

Keputusan ini diumumkan oleh kementerian luar negeri China pada Rabu (17/7/2024), menghentikan pembicaraan awal tentang senjata nuklir di tengah ketegangan yang semakin meningkat antara China dan AS. Kedua calon presiden AS saat ini juga menyerukan peningkatan pembatasan perdagangan dan upaya untuk menahan pengaruh China di Asia Timur.

AS adalah mitra internasional utama Taiwan dan pemasok senjata terbesar. Pada Juni, Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui pendanaan militer asing sebesar US$500 juta untuk Taiwan guna memperkuat pencegahan militer terhadap China, serta US$2 miliar dalam bentuk pinjaman dan jaminan pinjaman.

AS juga menyetujui US$300 juta untuk suku cadang dan perbaikan jet tempur F-16 milik Taiwan.

Juru bicara kementerian luar negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa AS terus menjual senjata ke Taiwan meskipun ada "penolakan kuat dari China dan negosiasi berulang kali".

"Akibatnya, pihak China memutuskan untuk menunda diskusi dengan AS tentang putaran baru konsultasi mengenai kontrol senjata dan non-proliferasi. Tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak AS," katanya, dilansir The Guardian.

Lin mengatakan bahwa China bersedia menjaga komunikasi mengenai kontrol senjata internasional, namun AS "harus menghormati kepentingan inti China dan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk dialog dan pertukaran."

Menanggapi hal ini, juru bicara departemen luar negeri AS, Matthew Miller, menuduh China "mengikuti jejak Rusia" dengan menjadikan negosiasi kontrol senjata sebagai sandera dari konflik lain dalam hubungan bilateral.

"Kami berpikir pendekatan ini merusak stabilitas strategis, meningkatkan risiko dinamika perlombaan senjata," kata Miller kepada wartawan.

"Sayangnya, dengan menghentikan konsultasi ini, China telah memilih untuk tidak mengejar upaya yang akan mengelola risiko strategis dan mencegah perlombaan senjata yang mahal, tetapi kami, Amerika Serikat, akan tetap terbuka untuk mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah pengurangan risiko konkret dengan China."

China diperkirakan memiliki 500 hulu ledak nuklir, namun Departemen Pertahanan AS memperkirakan Beijing akan memproduksi lebih dari 1.000 hulu ledak pada tahun 2030. AS dan China mengadakan pembicaraan senjata pada bulan November untuk pertama kalinya dalam lima tahun dan membahas perjanjian non-proliferasi nuklir serta isu-isu keamanan nuklir lainnya, termasuk kepatuhan terhadap Konvensi Senjata Biologis dan Konvensi Senjata Kimia, keamanan luar angkasa, dan kontrol senjata reguler, menurut kementerian luar negeri China.

Donald Trump telah memberi sinyal bahwa dukungan AS untuk Taiwan mungkin akan datang dengan harga yang lebih tinggi di masa depan, dan menghindari pertanyaan apakah AS akan membela Taiwan jika terjadi invasi oleh China.

"Taiwan harus membayar kita untuk pertahanan," kata Trump. "Kita tidak berbeda dengan perusahaan asuransi."

Calon wakil presiden dari Partai Republik, JD Vance, telah menyatakan dukungan kuat untuk Taiwan, dengan mengatakan bahwa dukungan AS untuk Ukraina telah mengalihkan perhatian Washington dari menyediakan senjata untuk Taiwan jika terjadi konflik.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Beri Taiwan Bantuan Militer Rp130 T, China Ngamuk dan Bilang Begini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular