
Mengungkap Alasan Trump Jadi Sasaran Penembakan

Jakarta, CNBC Indonesia - Biro Penyelidikan Federal (FBI) Amerika Serikat (AS) masih melakukan penyelidikan terkait motif Thomas Matthew Crooks melakukan penembakan terhadap calon presiden Donald Trump, Sabtu lalu. Hal ini terus dilakukan saat publik Amerika masih terus dibayangi berbagai konspirasi terkait insiden brutal yang menewaskan satu orang ini.
FBI sedang menyelidiki apakah Crooks adalah seorang ekstremis kekerasan dalam negeri yang bermotivasi politik. Dalam pernyataan terbaru, badan tersebut mengatakan bahwa penggeledahan tempat tinggal dan kendaraan tersangka telah selesai, dan telah melakukan hampir 100 wawancara terhadap saksi yang melihat penembakan ini.
"Senjata api yang digunakan dalam penembakan itu dibeli secara sah. Penembaknya tidak diketahui FBI sebelum kejadian ini," kata badan tersebut dikutip The Guardian, Senin (15/7/2024).
"Meskipun penyelidikan hingga saat ini menunjukkan bahwa penembak bertindak sendirian, FBI terus melakukan aktivitas penyelidikan logis untuk menentukan apakah ada konspirator yang terkait dengan serangan ini. Saat ini, tidak ada masalah keselamatan publik."
Pada Senin, terungkap bahwa Crooks mungkin telah melatih keahlian menembak di Klub Olahragawan Clairton. Di komunitas itu, ia terdaftar sebagai anggota.
Dalam sebuah pernyataan kepada New York Times, penasihat umum klub tersebut mengatakan organisasi tersebut 'sepenuhnya memberikan teguran atas tindakan kekerasan yang terjadi kemarin' namun enggan untuk menjelaskan pelatihan apa yang mungkin dilakukan Crooks dalam kelompok itu.
Seorang instruktur senjata api di toko senjata lokal, Legion Arms, mengatakan Crooks mungkin masih kurang berpengalaman dalam membidik. Pasalnya, senjata yang dimiliki Crooks, AR-15, baik untuk jarak hingga 700 atau 800 yard, sementara diketahui Crooks menembakannya dari jarak hanya 130 yard.
"Ia menembak ke arah kepala dan bukan ke badan, dan badanlah yang akan Anda tembak ketika Anda menembak jarak jauh. Menembak bagian kepala adalah hal yang dilakukan orang-orang karena mereka pernah melihatnya di film," kata instruktur yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Secara terpisah, Sheriff Kota Butler, yang menjadi lokasi penembakan Trump, mengonfirmasi bahwa seorang petugas telah bertemu dengan Crooks sebelum dia melepaskan tembakan ke arah mantan presiden tersebut. Namun saat itu, Crooks tidak menampakan kecurigaan yang pasti sehingga petugas tidak mengambil tindakan.
"Yang saya tahu, petugas itu sempat berada di atas atap. Namun penembaknya sudah menoleh ke arah petugas dan mengetahui kedatangan petugas. Lalu, petugas tersebut melepaskannya," kata salah satu Sheriff kota Butler, Michael Slupe.
Profil Crooks
Beberapa teman sekolah menggambarkan Crooks sebagai siswa yang unggul dalam matematika tetapi gagal dalam bersosialisasi. Salah satu mantan siswa di sekolah Crooks, Jason Kohler, mengatakan Crooks sering diintimidasi.
"Dia pendiam, tapi dia di-bully. Dia sering diintimidasi," kata Kohler.
Di sisi lain, beberapa pihak menggambarkannya sebagai orang yang cenderung konservatif dalam politiknya, namun secara keseluruhan gambaran yang muncul sejauh ini tidak jelas.
Dalam penelusuran CNN, Thomas Matthew Crooks tercatat sebagai anggota Partai Republik. Ia sejatinya akan mengikuti pemilihan presiden pertamanya pada November mendatang.
Meski tercatat sebagai anggota Partai Republik, catatan Komisi Pemilihan Umum Federal menunjukkan ada seorang donor dengan nama dan alamat yang sama dengan Crooks memberikan US$ 15 (Rp 241 ribu) kepada komite aksi politik yang berpihak pada Partai Demokrat di Januari 2021.
Konspirasi Keterlibatan Gedung Putih
Saat penyelidikan terhadap insiden ini terus berjalan, tudingan terus dialamatkan kader Partai Republik terhadap presiden petahana, Joe Biden. Biden, yang merupakan rival Trump, bahkan dituding memerintahkan agar insiden ini terjadi.
Mengutip AFP, salah satu Senator dari Partai Republik yang baru saja resmi dinominasikan sebagai calon wakil presiden mendampingi Trump, JD Vance, menuding bahwa retorika kampanye yang dilontarkan Biden telah berujung pada percobaan pembunuhan Trump. Menurutnya, Biden merupakan fasis yang harus dihentikan, tanpa memberikan bukti atas tuduhannya itu.
"Premis utama kampanye Biden adalah bahwa Presiden Donald Trump adalah seorang fasis otoriter yang harus dihentikan dengan cara apa pun. Retorika tersebut mengarah langsung pada percobaan pembunuhan Presiden Trump," ucapnya, Minggu (14/7/2024).
Tudingan serupa juga disampaikan Steve Scalise, seorang anggota Partai Republik yang ditembak pada tahun 2017. Ia menyebut Partai Demokrat, yang menjadi kendaraan politik Biden, sebagai biang kerok atas insiden yang menewaskan satu pendukung Trump itu.
"Para pemimpin Demokrat telah memicu histeria menggelikan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu akan menjadi akhir dari demokrasi di Amerika," katanya.
Anggota DPR dari Partai Republik, Mike Collins, melangkah lebih jauh mengenai penembakan tersebut, dengan menyatakan "Joe Biden mengirimkan perintah pembunuhan ini," tanpa memberikan bukti yang dapat dipercaya.
Anggota DPR Republik lainnya, Marjorie Taylor Greene, mengatakan bahwa AS berada dalam pertempuran antara yang baik dan yang jahat. Ia juga menyebut Partai Demokrat sebagai 'partai pedofil' dan 'partai kekerasan'.
"Partai Demokrat benar-benar jahat, dan kemarin mereka mencoba membunuh Presiden Trump," tegasnya.
Komentar ini merupakan bagian dari meningkatnya dukungan dari Partai Republik yang menyalahkan Partai Demokrat. Komentar ini juga menambah bahan bakar dalam suasana politik yang telah lama tegang dan sangat terpolarisasi.
"Partai Republik, yang tema utamanya adalah hak kepemilikan senjata dan penolakan terhadap dugaan tindakan pemerintah yang berlebihan, lebih cenderung mengawinkan retorika semacam itu dengan gambaran yang berkaitan dengan senjata," kata seorang profesor ilmu politik di Universitas Georgetown, Michael Bailey.
"Dan beberapa dari mereka (termasuk Trump) tidak menyembunyikan kemuliaan mereka ketika mereka meremehkan serangan kekerasan terhadap suami Nancy Pelosi," tambahnya, merujuk pada serangan tahun 2022 kepada suami figur Demokrat itu.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article FBI Ungkap Sosok Penembak Donald Trump, Usianya Baru 20 Tahun
