
Industri Ini yang Paling Menderita di Tahun Terakhir Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2024 sebagai tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo ditandai dengan menurunnya kinerja sejumlah sektor industri. Memburuknya kinerja sejumlah sektor industri itu dapat terlihat dari menurunnya setoran pajak selama semester I 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak hingga paruh pertama 2024 hanya sebesar Rp 893,8 triliun. Realisasi itu turun 7,9% dari semester I 2023 yang mencapai Rp 970,2 triliun.
"Tekanan penerimaan pajak bisa diidentifikasi berkaitan dengan harga komoditas dan restitusi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, dikutip Jumat, (12/7/2024).
Sri Mulyani membeberkan salah satu sektor industri yang mengalami penurunan setoran pajak adalah industri pengolahan. Sektor industri pengolahan hanya menyetor Rp 214,86% ke kantong negara, atau turun 15,4% secara netto. Padahal pada semester I 2023, sektor yang berkontribusi 25,23% dari setoran pajak ini masih tumbuh 8%.
Menurut Sri Mulyani, turunnya penerimaan pajak dari industri pengolahan dipengaruhi oleh meningkatnya restitusi dan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan Tahunan, terutama pada subsektor komoditas, seperti sawit, logam dan pupuk.
"Ini menggambarkan kondisi perekonomian kita yang tercermin dari pembayaran pajak yang mengalami koreksi cukup tajam dibanding dua tahun terakhir," kata mantan pejabat Bank Dunia itu.
Sri Mulyani melanjutkan sektor kedua yang mengalami penurunan adalah perdagangan. Nilai setoran pajak sektor usaha perdagangan hanya sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% secara neto padahal pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 7,3%.
Pertambangan menjadi sektor yang ikut melemah di tahun ini. Total penerimaan pajak dari sektor ini hanya Rp 48,75 triliun. Nilai setoran pajak itu turun 58,4% pada Semester I-2024, sedangkan pada Semester I-2023 masih tumbuh 51,7%.
Dia mengatakan harga komoditas yang anjlok menjadi penyebab setoran sektor pertambangan seret. Misalnya Batu bara yang turun 53,92%, Tembaga 4,23%, dan lainnya 0,8%. Sementara itu, sawit turun 8,8%, dan logam 2,03%.
Kondisi ini menyebabkan restitusi untuk industri sawit naik dari Rp 16,3 triliun menjadi Rp 18,6 triliun, industri logam naik dari Rp 5,8 triliun menjadi Rp 17,2 triliun, Batubara naik dari Rp 8,1 triliun menjadi Rp 16,3 triliun, dan perdagangan bahan bakar dari Rp 3 triliun menjadi Rp 11,8 triliun.
"Artinya perusahaan-perusahaan masih profitable tapi tidak setinggi tahun sebelumnya karena harga komoditas mengalami koreksi yang sangat dalam. Jadi bukannya mereka rugi tapi profitnya mengalami penurunan," ucapnya.
Sektor lain, seperti jasa keuangan dan asuransi yang menjadi urutan ketiga terbesar penyumbang pajak dengan porsi 15,15% masih tumbuh positif dengan nilai setoran Rp 128,98 triliun. Setoran pajaknya tumbuh 11,8% pada enam bulan pertama tahun ini, melambat dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun lalu 27,5%.
Lalu sektor konstruksi dan real estat masih tumbuh 9,4% secara neto atau lebih rendah dari pertumbuhan Semester I-2023 yang sebesar 14,4%. Nilai setoran pajaknya hingga Semester I-2024 sebesar Rp 40,91 triliun.
Kemudian, sektor transportasi dan pergudangan yang porsinya sebesar 4,71% nilai setoran pajaknya Rp 40,08 triliun atau naik 0,8%. Masih jauh lebih rendah dari pertumbuhan setoran pajaknya pada Semester I-2023 yang sebesar 43,5% secara neto.
Informasi dan komunikasi yang berkontribusi sebesar 3,86% setorannya telah senilai Rp 32,83 triliun atau naik 19,1% lebih tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,9%.
Terakhir, jasa perusahaan dengan kontribusi 3,69% setorannya telah senilai Rp 31,39 triliun. Naik 10,4% pada Semester I-2024, lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 28,6%.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Puji Jokowi Saat Meresmikan Puluhan Proyek Listrik di Sumedang