Pemerintah Siapkan Aturan Baru DMO Gas, Cek Data Terkini

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Rabu, 10/07/2024 14:25 WIB
Foto: dok PGN

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bakal menggelar karpet merah kepada para pelaku usaha di sektor industri dengan memberikan insentif. 'Pemanis' tersebut berupa persentase kewajiban volume gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Kebijakan DMO gas ini nantinya akan diatur dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP). Adapun, persentase volume DMO gas bumi diusulkan sebesar 60 persen.

Merespons hal tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan bahwa selama ini mayoritas produksi gas bumi sudah dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Adapun serapan gas bumi domestik tahun lalu realisasinya telah mencapai 68%.


"Prioritas pemanfaatan gas bumi Indonesia adalah untuk domestik, realisasi gas untuk domestik tahun 2023 sudah mencapai 68% dari keseluruhan porsi gas," kata Hudi kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/7/2024).

Hudi mengatakan SKK Migas akan terus mendorong upaya peningkatan produksi migas nasional. Sehingga target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030 mendatang dapat tercapai.

Sebagaimana diketahui, rencana pembentukan RPP ini semula keluar dari mulut Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus menyebut usulan pembentukan RPP gas bumi untuk kebutuhan domestik ini telah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Menurut dia, dengan disetujuinya RPP gas bumi untuk kebutuhan domestik merupakan game changer bagi pengelolaan gas bumi nasional. Khususnya yang akan diperuntukkan untuk industri manufaktur dan sektor kelistrikan.

"Di mana diatur dalam RPP tersebut DMO sebesar 60%, kalau kita lihat sekarang neraca dari total produksi gas nasional yang diperuntukkan atau yang dialokasikan untuk industri manufaktur termasuk di dalamnya pupuk baru 40% dan 40% ini secara alamiah terjadi seperti itu belum ada regulasi," katanya.

Selain DMO gas sebesar 60 persen, pemerintah juga akan menetapkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang lebih rigid. Mulai dari sisi kepala sumur (wellhead) sampai dengan di titik serah (plant gate) dengan industri pengguna.

Sebelumnya, SKK Migas menyampaikan kebijakan harga gas murah kepada tujuh sektor industri telah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi, Kurnia Chairi mencatat potensi penurunan penerimaan negara tahun 2023 akibat kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15,68 triliun (asumsi kurs Rp 15.680 per US$).

"Tentu saja secara otomatis berkurang, kalau nilainya saat ini sedang kita coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$ 1 miliar," kata Kurnia dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu (28/2/2024).

Kurnia mengatakan potensi berkurangnya penerimaan negara atas adanya kebijakan HGBT tersebut masih sebatas angka sementara. Namun yang pasti, ia berharap penerimaan negara yang berkurang tersebut dapat dikompensasi dengan adanya peningkatan kinerja dan dampak multiplier effect yang dirasakan oleh para industri penerima HGBT.

"Ini sedang evaluasi untuk bisa nanti merumuskan kebijakan untuk melanjutkan HGBT ini ke depan," ujarnya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lifting Migas Hingga Mei 2025 Lebih Rendah Dari Target APBN