
Boeing Ngaku Salah Kasus Kecelakaan Lion Air, Pembeli Ketar-Ketir

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa dirgantara Amerika Serikat (AS) Boeing mengambil langkah-langkah terbaru dalam memenangkan pasar potensialnya. Ini dilakukan pasca laporan bahwa perusahaan itu berniat mengaku bersalah dalam dua kasus kecelakaan fatal Boeing 737 MAX di Pengadilan Texas.
Dalam laporan Reuters, Boeing sedang melakukan pembicaraan dengan Departemen Pertahanan AS mengenai kemungkinan bahwa rencana pengakuan bersalah itu dapat mempengaruhi kontrak-kontrak pemerintah. Diketahui, kontrak pemerintah AS mewakili 37% pendapatan Boeing tahun lalu.
Juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Angkatan Udara Patrick Ryder mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya akan melakukan penilaian untuk memutuskan dampak pengakuan bersalah terhadap kontrak Boeing. Namun ia tidak menjelaskan apakah agensi tersebut sedang melakukan pembicaraan langsung dengan pembuat pesawat tersebut.
"Departemen Pertahanan akan menilai rencana remediasi perusahaan dan kesepakatan dengan Departemen Kehakiman untuk menentukan langkah apa yang diperlukan dan tepat untuk melindungi pemerintah federal," kata Ryder, Senin (8/7/2024) seraya menambahkan tindakan apa pun akan berada di bawah peraturan kontrak pemerintah AS.
Sebelumnya, Boeing dilaporkan akan mengakui bersalah atas kasus penipuan kriminal dalam konfigurasi pesawat seri 737 MAX yang menyebabkan kecelakaan Lion Air tahun 2018 dan Ethiopian Airlines 2019 lalu. Hal ini dilaporkan oleh pemerintah AS dalam pengajuan pengadilan hari Minggu kemarin.
Dalam pembacaan pengajuan itu, Boeing akan membayar denda sebesar US$ 243,6 juta (Rp 3,9 triliun) sebagai bagian dari pengakuan bersalah. Secara detail, jumlah ini merupakan nilai latihan simulator 737 MAX yang dihindari Boeing setelah pesawat ini diluncurkan.
"Boeing juga setuju untuk berinvestasi setidaknya US$ 455 juta (Rp 7,4 triliun) selama tiga tahun ke depan untuk memperkuat program keselamatan dan kepatuhannya," menurut dokumen Departemen Kehakiman (DOJ) dikutip Guardian.
Diprosesnya kasus ini terjadi setelah Jaksa AS menuduh raksasa kedirgantaraan Amerika itu menipu regulator yang menyetujui persyaratan pesawat dan pelatihan pilot untuk perusahaan tersebut. Jaksa menuding hal ini telah memicu kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines, yang menewaskan 346 orang.
"Biaya finansial yang terkait dengan permohonan tersebut tampaknya dapat dikendalikan dibandingkan dengan skala perusahaan dan kewajiban keseluruhannya," kata Ben Tsocanos, direktur analis maskapai penerbangan di S&P Global Ratings.
"Kami memperkirakan Boeing kemungkinan akan terus menjadi pemasok utama produk pertahanan dan luar angkasa setelah pengakuan bersalahnya."
Meski diramalkan tetap memiliki penjualan yang sehat, sejumlah kontrak dikabarkan dapat berdampak pada adanya pengakuan bersalah ini. Pemerintah Kanada, yang memiliki kontrak rencana akuisisi Poseidon P-8A, mengatakan pihaknya menunggu putusan mengenai proses hukum ini dan akan menilai dampaknya kemudian.
Inggris, yang mengoperasikan pesawat patroli maritim Boeing P-8A, dan Uni Eropa, sama-sama mempunyai peraturan yang melarang kontraktor yang memiliki hukuman pidana pasti untuk mengajukan penawaran kontrak publik untuk jangka waktu tertentu.
"Itu adalah ketentuan undang-undang. Analisis kasus terburuknya adalah mereka akan dilarang mengikuti tender, namun hal ini merupakan hal yang sangat politis dan juga merupakan bisnis yang ditetapkan secara hukum," kata Keith Hayward, anggota Royal Aeronautical Society Inggris.
"Itu tergantung seberapa besar pelanggan menginginkan produk tersebut dan apakah Boeing mengendalikan lini produk tertentu. P-8 adalah contoh yang baik, di mana tidak ada banyak alternatif," tambahnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Badan Pesawat Jebol saat Terbang, Boeing Ganti Bos 737 Max