KPK Tetapkan 3 Tersangka Dalam Kasus Korupsi PLTU Bukit Asam
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 3 tersangka dalam kasus korupsi pekerjaan Retrofit Sistem Sootblowing PLTU Bukit Asam milik PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan tahun 2017-2022.
Ketiga tersangka itu adalah General Manager pada PT PLN (Persero) UIK SBS Bambang Anggono; Manajer Enjinering PT PLN UIK SBS Budi Widi Asmoro; dan Direktur PT Truba Engineering Indonesia Nehemia Indrajaya.
"Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 9 Juli 2024 sampai 28 Juli 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa, (9/7/2024).
Alex mengatakan penyidik menemukan dugaan penggelembungan harga proyek hingga rekayasa lelang dalam kasus ini. Dia mengatakan kasus bermula ketika PT PLN UIK SBS melakukan proyek Retrofit Sootblowing Sistem di PLTU Bukit Asam Tahun 2018. PT PLN UIK SBS awalnya mengajukan anggaran ke PT PLN Persero sejumlah Rp 52 miliar untuk proyek ini.
Ketika proyek ini baru diajukan, Budi Widi Asmoro dan Nehemia diduga bertemu untuk membahas rencana pekerjaan Retrofit Sistem Sootblowing tersebut. Meskipun lelang belum dilaksanakan, Budi diduga sudah menunjuk perusahaan Nehemia menjadi pihak yang mengerjakan proyek itu. Nehemia diminta mempersiapkan spesifikasi teknis produk dan harga penawaran sebagai dasar pengadaan oleh PT PLN UIK SBS.
Sekitar pertengahan 2018, Nehemia dan Budi diduga menyepakati akan membuat penambahan harga sekitar Rp 25 miliar dari penawaran awal Rp 52 miliar. Sehingga anggaran yang diminta untuk proyek ini membengkak menjadi Rp 75 miliar.
Permintaan penambahan anggaran itu dilakukan dengan cara seolah-olah terdapat perubahan spesifikasi teknis produk jenis sootblower. Untuk menambah anggaran ini, para tersangka bahkan sampai merevisi dokumen Kajian Kelayakan Proyek (KKP) sebanyak 3 kali. Pengajuan tambahan anggaran ini dilakukan oleh tersangka Bambang Anggono.
"Dokumen KKP ke-3 yang tersebut dijadikan dasar pelaksanaan pengadaan oleh bagian Perencanaan Pengadaan dan Pelaksanaan Pengadaan PT PLN UIK SBS," kata Alex.
Alex mengatakan lelang proyek ini kemudian digelar pada Oktober-November 2018. Lelang diikuti oleh PT Truba Enginering Indonesia dan PT Haga Jaya Mandiri. Kedua perusahaan itu dimiliki satu orang, yakni Nehemia. Itulah alasan KPK menduga bahwa lelang ini hanya akal-akalan semata.
Selama lelang Budi Widi diduga juga mengarahkan Pejabat Perencanaan Pengadaan agar nilai harga perkiraan disesuaikan dengan harga penawaran tanpa dilakukan pengecekan di pasar. Untuk memperbesar 'keuntungannya', KPK menduga PT Truba juga melaksanakan seluruh pekerjaannya secara subkontrak. Mereka ditengarai melakukan pemesanan langsung kepada pabrikan, supaya bisa mendapatkan harga yang lebih murah.
Alex mengatakan karena perbuatan tersebut, ahli KPK menduga terjadi indikasi kemahalan sebesar 135%. KPK menduga uang yang dikeluarkan oleh PT Truba yang sebenarnya hanya Rp 50 miliar. Dengan demikian, KPK memperkirakan negara mengalami kerugian RP 25 miliar.
Selain itu, KPK menduga Nehemia memberikan uang kepada sejumlah pegawai PT PLN UIK SBS. Salah satunya adalah Budi Widi yang diduga menerima Rp 750 juta.
"Selain itu terdapat uang sejumlah Rp 6 Miliar yang telah disetorkan ke rekening penampungan perkara KPK atas penerimaan Gratifikasi BWA selama dari 2015 sampai 2018 saat menjabat Senior Manager Engineering UIK SBS," kata Alex.
(pgr/pgr)