Takut! Beban Warga RI Bisa Selangit Kalau Dua Tarif Ini Naik

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
03 July 2024 21:30
Potret Pekerja Jakarta Usai Putusan Kenaikan UMP 2024. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Potret Pekerja Jakarta Usai Putusan Kenaikan UMP 2024. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bukti-bukti daya beli masyarakat melemah semakin tampak. Kondisi ini ditunjukkan indikator ekonomi terkini, yakni deflasi beruntun pada Mei dan Juni 2024 hingga penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Dari data Bank Indonesia (BI), IKK Mei 2024 turun menjadi 125,2, dari posisi April 2024 di level 125,2. Lemahnya daya beli itu juga terukur dari anjloknya pembelian barang-barang berdaya tahan lama atau durable goods.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke diler sepanjang Januari-Mei 2024 yakni sebanyak 334.969 unit. Angka tersebut jeblok 21% year on year (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni dengan penjualan 423.771 unit.

Pelemahan daya beli tersebut berisiko semakin memburuk, mengingat wacana pemerintah akan menaikkan harga-harga energi bersubsidi seperti bahan bakar minyak atau BBM hingga listrik, serta Pajak Pertambahan Nilai atau PPN .

"Kalau terjadi kenaikan tarif listrik atau tarif bahan bakar. Ini menjadi masalah serius," ucap Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana dalam Program Profit CNBC Indonesia, dikutip Selasa (2/7/2024).

Danang mengatakan, sejak bertebarannya angka pemutusan hubungan kerja atau PHK beberapa tahun terakhir, seiring dengan gulung tikarnya sejumlah industri, membuat masyarakat kehilangan sumber pendapatannya dari pekerjaan formal. Akibatnya, daya beli merosot, tergambar dari data deflasi dua bulan terakhir.

Sementara itu, Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan pada periode Januari-Mei 2024 mencatat terdapat 27.222 orang tenaga kerja di Indonesia yang telah terdampak PHK. Dibanding periode yang sama tahun lalu, jumlah korban PHK meningkat 48,48%. Sebab, pada catatan Januari-Mei 2023 jumlah tenaga kerja yang ter PHK 18.333 orang.

"Mengingat juga industri padat karya melepaskan atau mem PHK begitu banyak puluhan ribu karyawan dalam dua tahun terakhir, sehingga karyawan yang kehilangan pekerjaan otomatis mereka daya belinya melemah karena mereka bergeser menjadi tenaga kerja informal," ungkap Danang.

Selain tarif-tarif operasional yang berpotensi naik itu, kalangan pengusaha juga mengkhawatirkan terealisasinya kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 mendatang. Padahal, hingga Mei 2024 saja setoran PPN dalam negeri, secara neto telah turun sebesar 9,1% dari sebelumnya per Mei 2023 tumbuh kencang mencapai 32,5%.

"Nah ini harus benar-benar diseriusin untuk memperhatikan situasi ini, jangan sampai industri kita penurunam dan risikonya kemudian penerimaan negara juga semakin menurun karena industrinya tidak mampu lagi beroperasi dan tidak mampu membayar pajak," tegas Danang.

Adapun, pelemahan daya beli disebut Tim Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani sebagai momok menakutkan bagi dunia usaha dan perekonomian Indonesia.

Saat daya beli turun maka konsumsi yang berkontribusi sekitar 53% pada PDB akan menekan pertumbuhan ekonomi RI, oleh karena itu dibutuhkan insentif bagi pendorong daya beli.

Apindo mendorong Pemerintah untuk memperhatikan benar Daya beli kelas menengah mengingat kelompok masyarakat ini tidak mendapat banyak insentif fiskal karena efeknya ke konsumsi nasional cukup besar

"Sejak pandemi ini, memang yang paling terdampak kelas menengah...Kita lihat subsidi paling banyak diterima kelas bawah, misalnya subsidi energi, gas 3 kg, subsidi pertalite misalnya," ungkapnya.

Dia berharap pemerintah memberikan insentif bagi kelas menegah dalam bentuk regulasi-regulasinya saja, tidak dalam bentuk tunai. Dalam konteks ini, penurunan suku bunga acuan bisa menolong.

Sementara itu, Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian mengatakan upaya mendorong daya beli warga menengah bisa dilakukan lewat kebijakan yang pro mendukung peningkatan pendapatan kelas menengah, salah satunya lewat kenaikan UMR lebih tinggi mengikuti inflasi.

"Dalam beberapa tahun ke depan, policy pemerintah harus ke arah peningkatan pendapatan masyarakat, seperti membiarkan upah minimum tumbuh lebih tinggi sesuai dengan inflasi," katanya.

Jika tidak dilakukan, dia khawatir daya beli dan konsumsi terus turun hingga menganggu dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Wanti-Wanti Konsumsi Warga RI Bisa Seret Jika PPN Naik 12%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular