Impor Bikin Pengusaha Tekstil Meradang, Ini Kata Anak Buah Luhut
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah disebut-sebut tengah menyiapkan kebijakan untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) RI dari pukulan impor. Yaitu, melalui instrumen perlindungan berupa bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard measures dan bea masuk anti dumping (BMAD).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto menyebut sebetulnya aturan itu merupakan aturan yang sebelumnya sudah berlaku, namun sudah kadaluarsa. Untuk itu, pemerintah akan kembali memberlakukannya dengan menambahkan sejumlah revisi.
"Akan adanya dua aturan safeguard yang sebenarnya itu sudah expired, dan ini akan diberlakukan kembali," kata Seto dalam Manufacture Check CNBC Indonesia, dikutip Senin (1/7/2024).
Sementara untuk pengawasannya, lanjut Seto, pemerintah dalam hal ini di Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Bea Cukai Kementerian Keuangan juga akan memberlakukan aturan yang lebih baik. "Nanti akan merumuskan bagaimana mekanismenya, supaya pengawasan ini bisa berjalan dengan baik terus," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah saat ini juga tengah berdiskusi terkait perubahan keempat atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Yang (saat ini) sedang didiskusikan Permendag 8/2024 (perubahan ketiga atas Permendag 36/2023). Apakah ini nanti diperlukan perubahan lagi ya terkait dengan perizinan untuk impornya," ucap Seto.
Meski di tengah masalah impor yang merajalela, kata Seto, pihaknya tidak mungkin menolak investasi yang masuk ke Indonesia. Apalagi jika investasi tersebut mampu menyerap lapangan kerja puluhan ribu masyarakat Indonesia. Menurutnya, tidak mungkin bagi pihaknya menolak peluang besar itu.
"Pemerintah tidak menutup mata, masalah-masalah impor ini (tetap) kita perbaiki. Tapi kalau ada investasi mau masuk ke Indonesia dan bisa menyerap tenaga kerja puluhan ribu (orang), ya kita juga nggak bisa tolak. Masa kita tolak orang mau ngasih kerjaan," tukasnya.
Pengusaha Teriak
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman menyatakan, banjir impor dalam 2 tahun terakhir sangat keterlaluan. Akibat serbuan impor itu, tukasnya, hingga 60% anggotanya yang merupakan industri kecil menengah sudah tidak lagi beroperasi, sedangkan sisanya hanya jalan di bawah 50%.
"Pasar dalam negeri kita baik offline maupun online disikat semua oleh produk impor yang harganya tidak masuk akal," kata Nandi dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (21/6/2024).
Dia meyakini, barang-barang impor tersebut masuk dengan cara illegal, karena harganya sangat murah, bahkan dijual di bawah harga bahan bakunya.
"Kalau impor garmen resmi kan ada PPN, bea masuk plus bea safeguard-nya, jadi tidak mungkin per potongnya dijual di bawah harga Rp. 50.000," ujarnya.
Ketua Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wiraswasta menambahkan, serbuan barang impor yang semakin menggerus porsi produk lokal di pasar dalam negeri di tengah tekanan ekspor yang belum membaik sesuai harapan, menambah beban berat pengusaha tekstil di dalam negeri. Konsumsi di dalam negeri dinikmati impor, yang juga diisi impor ilegal. Akibatnya, pabrikan tetap tak bisa menikmati pemulihan produksi hingga terpaksa melakukan efisiensi, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK).
(dce)