
Analisis Didik Rachbini: Fenomena Pilgub Jakarta dan Peluang Duet AMAN

Jakarta, CNBC Indonesia - Rektor Universitas Paramadina Jakarta Profesor Didik Junaidi Rachbini menyampaikan analisisnya perihal dinamika politik menjelang Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta periode 2024-2029.
Dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Didik mengawali analisisnya dengan menyoroti keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung Anies Rasyid Baswedan dan Mohamad Sohibul Iman sebagai bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur periode 2024-2029.
"Kehadiran eksperimen pasangan Anies-Iman begitu menarik perhatian publik dan menjadikan pilkada Daerah Khusus Jakarta lebih bergema secara nasional hampir setara pemilihan presiden. Mengapa? Karena Pilkada DKJ menjadi barometer nasional dan para gubernurnya sekaligus menjadi tokoh kaliber nasional, yang potensial menjadi presiden pada periode berikutnya," ujarnya, Jumat (28/6/2024).
Secara khusus, Didik menyinggung latar belakang Anies dan Sohibul yang sama-sama pernah menjabat sebagai rektor Universitas Paramadina. Menurut dia, Universitas Paramadina tidak besar dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak, tetapi juga tidak kecil karena pada saat ini jumlah mahasiswanya hampir 6000 orang.
"Dengan kehadiran tokoh-tokoh yang hebat, Universitas Paramadina ke depan akan semakin dikenal, dipercaya dan diminati oleh masyarakat dan publik secara luas sehingga akan menjadi universitas yang besar," kata Didik.
Pria 63 tahun itu menambahkan, tidak hanya Anies dan Sohibul yang tampil di panggung nasional dan ikut membesarkan nama Universitas Paramadina. Sosok-sosok lain adalah eks Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dan eks Wakil Presiden yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina Jusuf Kalla.
"Tidak kalah dari semuanya, ada juga Tia Rahmania (PDIP), Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, yang terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029, Daerah Pemilihan Banten," ujar Didik.
Sisi menariknya, lanjut dia, Paramadina secara faktual ada yayasan, universitas, pengajian, dan aktivitas kemasyarakatan lainnya. Menurut Didik, Paramadina yang didirikan Nurcholis Madjid dan kawan-kawannya ini sejatinya adalah sebuah gerakan pemikiran, intelektual, sosial pendidikan, aktivisme, dan lainnya.
"Paramadina tidak sekadar kampus, yang memang lebih dikenal, tetapi sejatinya adalah gerakan yang luas, sehingga tidak aneh muncul tokoh-tokoh berbagai warna. Ketika Anies menjadi calon gubernur atau calon presiden, di Paramadina ada yang memilihnya, ada yang tidak. Sesuai keyakinan masing-masing," kata Didik.
"Paramadina memang seperti ini karena memang bukan partai politik. Orang-orang yang berkegiatan di Paramadina ketika masuk ke dalamnya tidak berpolitik praktis sehingga bisa menerima semua kalangan," lanjutnya.
Terkait ke Pilgub Jakarta, mantan anggota DPR itu menilai suasananya seperti pilpres. Sehingga menarik perhatian semua kalangan pengamat, media, luar negeri dan masyarakat sendiri.
Dari sisi daya jual dan elektabilitas, Didik menilai Anies paling unggul. Menurut dia, PKS dalam hal ini bergerak lebih awal dengan semangat merebut lebih dahulu ketimbang Partai NasDem dan PKB yang sudah berniat semiterbuka untuk mencalonkannya.
"Karena tidak merupakan hasil musyawarah, maka beberapa pihak analis menyatakan pasangan AMAN ini tidak aman. Memang begitulah politik, sebelum penetapan resmi KPUD, siapa pun bakal calon di pilkada ini masih bisa berubah total terbalik dari rencana semula. Ini ciri politik Indonesia yang sama sekali tidak memiliki ideologi apa pun, kecuali transaksional belaka," ujar Didik.
"Bagi Anies sendiri, pilkada ini turun pangkat tetapi penting untuk persiapan pilpres 2029. Jika mundur dari politik sudah pasti namanya lenyap dari peredaran seperi Wiranto, Agum Gumelar, Hatta Rajasa, dan lain-lain," lanjutnya.
Didik menambahkan, PKS paling sukses dan paling tinggi perolehan suara dan kursi di Jakarta. Tetapi untuk urusan pencalonan gubernur, dia menilai PKS tidak bisa sendiri sehingga memerlukan kawan partai lain.
"Posisi merebut lebih berhasil juga merebut perhatian publik. Tetapi bukan tidak mungkin ini menjadi bumerang bagi pasangan ini bubar ketika lobi-lobi lanjutan terjadi. NasDem dan PKB tentu tidak bisa menelan begitu saja semacam "corporate action" ini. Lobi akan terus berlangsung dengan interest yang pasti kuat dari partai-partai lainnya," kata Didik.
Lebih lanjut, dia bilang pasangan AMAN bisa bubar karena proses lobi yang intensif, atraktif bahkan liar. Tetapi, menurut Didik, Anies akan menjadi rebutan sehingga menjadi calon paling potensial jadi, kecuali ada konspirasi kekuatan jahil untuk meruntuhkannya.
Di sisi lain, Didik menilai eks gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akan mengambil peluang ini dan keberuntungan untuk tahun 2029. Jadi Pilgub Jakarta sangat jelas berhubungan langsung dengan politik 2029, khususnya pilpres.
"Bagaimana jika Ahok masuk gelanggang dan diusung kembali oleh partai seperti PDIP? Action seperti ini perkara baru, yang bisa membangunkan lagi radikalisme tertentu dan akan menular lebih luas. Masuk akan kembali mengulangi 2017," ujar Didik.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejutan! PKS Resmi Usung Anies Cagub DKI Jakarta, Sohibul Jadi Cawagub
