RI Dikepret Belanda, India & China Jadi Raja Ekspor Jamu Herbal Dunia

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Senin, 24/06/2024 21:40 WIB
Foto: Pekerja meracik jamu di toko Jamu Bukti Mentjos, Jakarta, Rabu (20/12/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyebut Indonesia masih kalah dari India, China hingga Belanda dalam mengekspor komoditas jamu herbal dan fitofarmaka di pasar global. Padahal, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati atau biodiversity terbesar kedua di dunia setelah Brasil.

"Indonesia ini memiliki biodiversity terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Kemudian disusul Indonesia, ketiga Kolombia, keempat China, kelima Peru, dan bahkan India itu ke-10 ya. Kenapa kami memberikan catatan India ke-10? karena di sini ironisnya, pengekspor jamu herbal dan fitofarmaka rangking pertama itu India, kedua China, kemudian disusul Belanda," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Budiono Subambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (24/6/2024).

Sebagai catatan, fitofarmaka merupakan obat tradisional dari bahan alami yang pembuatannya terstandarkan dan memenuhi kriteria ilmiah.


Budiono menilai fitofarmaka memiliki potensi besar untuk menjadi produk farmasi utama Indonesia, dengan memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah. Selain itu, menurutnya, pengembangan fitofarmaka di Indonesia juga bisa membuka lapangan kerja baru, sekaligus meningkatkan kemandirian obat untuk mendukung kesehatan di dalam negeri.

"Indonesia ini sangat kaya dalam memiliki jenis tanaman obat dan dapat dikembangkan menjadi jamu herbal fitofarmaka. Namun, pemanfaatannya masih belum optimal," ujarnya.

Foto: Pekerja meracik jamu di toko Jamu Bukti Mentjos, Jakarta, Rabu (20/12/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Pekerja meracik jamu di toko Jamu Bukti Mentjos, Jakarta, Rabu (20/12/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, khususnya industri yang memanfaatkan sumber bahan alam, kata Budiono, jamu sampai dengan obat herbal nantinya betul-betul bisa diberikan resep seperti yang sudah dilakukan Jepang.

"Hanya memang, ke depan bagaimana itu bisa masuk di dalam bagian yang komplemen dengan obat-obat yang saat ini ada," tukas dia.

Budiono menyebut regulasi yang jelas, serta riset yang terintegrasi sangat penting dalam memajukan industri fitofarmaka. "Tentu ini pemerintah atau kami, harus menyediakan dana dan fasilitas yang memadai, mulai dari riset dan mendorong kerjasama dengan para akademisi untuk menghasilkan produk-produk fitofarmaka yang berkualitas. Nah ini pentingnya kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan dan Kementerian/Lembaga," lanjutnya.

Lebih lanjut, dalam menindaklanjuti Inpres No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Kemenko PMK telah membentuk satuan tugas percepatan pengembangan dan pemanfaatan fitofarmaka.

"Jadi kami sudah melakukan beberapa kali pertemuan rapat koordinasi, mulai dari hulu sampai dengan hilirnya. (Sebab) kita harus tahu betul ekosistem dan pengembangan fitofarmaka ini mulai dari pengembangan infrastrukturnya, pengembangan sumber daya manusianya, kemudian sampai dengan apa regulasi yang diperlukan sampai ke teknis," pungkas Budiono.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo dan MBS Bahas Perdamaian Kawasan, Peran RI Disorot