
Sebut-Sebut Industri Chip, Kemenperin Marah-Marah Lagi Bilang Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali mengungkapkan kegeramannya terkait industri tekstil dan produk tekstl (TPT). Kali ini, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief memperingatkan agar industri TPT tidak jadi korban oleh pengembangan industri elektronik dan pembuatan microchip.
Dia menjabarkan, industri TPT merupakan sektor padat karya, menyerap tenaga kerja lebih dari 3,98 juta tenaga atau memberikan kontribusi sebesar 19,47% terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2023. Pada triwulan I tahun 2024, industri TPT berkontribusi 5,84% terhadap PDB sektor manufaktur serta memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar US$11,6 miliar dengan surplus mencapai US$3,2 miliar.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita bahkan blak-blakan meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar konsisten dengan ucapannya. Terkait ancaman impor dan dampaknya terhadap industri TPT di dalam negeri.
Febri mengatakan, Kemenperin telah menuangkan peta jalan pengembangan industri TPT nasional ke dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Industri Nasional (KIN), dan Making Indonesia 4.0. Karena itu, ujarnya, industri TPT merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan untuk memacu perekonomian nasional.
"Jadi, roadmap tersebut juga bertujuan untuk mengembalikan kejayaan industri TPT nasional seperti pada masanya," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (24/6/2024).
"Tidak ada dalam roadmap Kemenperin (RIPIN, KIN dan Making Indonesia 4.0) yang menyebutkan bahwa industri TPT diarahkan menuju sunset industry. Malah sebaliknya, industri TPT didorong untuk menjadi industri yang kuat dan berdaya saing dengan penerapan teknologi 4.0," tambah Febri.
Dia menuturkan, industri TPT serta industri elektronika dan industri pembuatan microchip merupakan industri yang juga harus terus dikembangkan secara bersama untuk mendukung industri manufaktur nasional.
"Ketiga industri tersebut memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia terutama industri TPT yang mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi," tukasnya.
"Oleh karena itu, majunya salah satu sektor industri tersebut tidak boleh mengorbankan industri yang lainnya. Jangan sampai industri TPT disubstitusi dengan industri elektronik dan industri pembuatan microchips karena industri tersebut sama-sama penting. Jadi, salah satu jangan ada yang dikorbankan," ucap Febri.
Dia pun menyoroti pemberlakuan aturan yang memperketat arus impor, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang kini telah direvisi dan dilonggarkan dengan Permendag No 8/2024.
Dia mengatakan, Permendag No 36/2023 memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.
"Sejak pemberlakuan Permendag 36/2023, kinerja industri TPT tumbuh bagus. Jadi, jangan pernah berpersepsi bahwa industri TPT tidak bisa rebound atau dianggap sebagai sunset industry," cetusnya.
"Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif, telah tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024. Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan," paparnya.
Namun, imbuh dia, saat ini industri TPT nasional menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Karena itu dia meminta koordinasi pembuat kebijakan antar Kementerian/ Lembaga terkait industri TPT naisonal diperkuat untuk mencapai target dalam roadmap terkait industri TPT.
"Penguataan koordinasi terutama dengan meningkatkan sensitivitas para pengambil kebijakan atas urgensi masalah banjir impor produk hilir yang sedang dihadapi oleh industri TPT saat ini," pungkas Febri.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Industri Tekstil RI Masih Megap-megap, Ini Biang Keroknya
