Internasional

Putin Temui Kim Jong Un di Korut, Mimpi Buruk NATO Jadi Kenyataan?

luc, CNBC Indonesia
19 June 2024 06:05
In this pool photograph distributed by the Russian state agency Sputnik, North Korea's leader Kim Jong Un (L) walks with Russian President Vladimir Putin during a welcoming ceremony upon Putin's arrival in Pyongyang, early on June 19, 2024. Russian President Vladimir Putin landed in North Korea early on June 19, the Kremlin said, kicking off a visit set to boost defence ties between the two nuclear-armed countries as Moscow pursues its war in Ukraine. (Photo by Gavriil GRIGOROV / POOL / AFP)
Foto: AFP/GAVRIIL GRIGOROV

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un mendapat perhatian penuh dari aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyatakan prihatin mengenai dukungan yang dapat diberikan Rusia untuk program rudal dan nuklir Korea Utara, ketika Putin memulai perjalanan pertamanya ke negara tertutup yang memiliki senjata nuklir dalam 24 tahun.

Putin, dalam kunjungan kenegaraan untuk melakukan pembicaraan dengan Kim, berjanji untuk memperdalam hubungan perdagangan dan keamanan dan mendukung Korea Utara melawan Amerika Serikat (AS), sekutu dekat saingan beratnya, Korea Selatan.

AS menuduh Korea Utara memasok "lusinan rudal balistik dan lebih dari 11.000 kontainer amunisi ke Rusia" untuk digunakan di Ukraina.

Stoltenberg mengatakan pada konferensi pers bersama setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa perang Rusia di Ukraina didukung oleh China, Korea Utara, dan Iran, yang semuanya ingin melihat aliansi Barat gagal.

"Kami tentu saja juga prihatin dengan potensi dukungan yang diberikan Rusia kepada Korea Utara dalam mendukung program rudal dan nuklir mereka," kata Stoltenberg, dikutip dari Reuters, Rabu (19/6/2024).

Dia mengatakan hal ini dan dukungan China terhadap ekonomi perang Rusia menunjukkan bagaimana tantangan keamanan di Eropa terkait dengan Asia dan menambahkan bahwa pertemuan puncak NATO bulan depan di Washington akan menyaksikan penguatan lebih lanjut kemitraan aliansi tersebut dengan Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.

Stoltenberg mengatakan perlu ada "konsekuensi" pada tahap tertentu bagi China.

"Mereka tidak bisa terus menjalin hubungan perdagangan normal dengan negara-negara di Eropa dan pada saat yang sama memicu perang terbesar yang pernah kita saksikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua," ujarnya.

Stoltenberg mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apa konsekuensinya, "tetapi ini harus menjadi masalah yang perlu kita atasi karena tidak mungkin melanjutkan seperti yang kita lakukan saat ini."

Pada Senin, juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Washington mengamati hubungan Korea Utara-Rusia "sangat, sangat erat" karena "mungkin ada timbal balik ... yang dapat mempngaruhi keamanan di Semenanjung Korea."

Pada Selasa, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan pada konferensi pers bahwa memperdalam kerja sama Rusia-Korea Utara adalah "tren yang harus menjadi perhatian besar bagi siapa pun yang tertarik untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea."

Dia mencatat bahwa pernyataan Putin dan Presiden China Xi Jinping dari pertemuan puncak bulan Mei telah menekankan cara-cara politik dan diplomatik sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah Korea.

"Kami berharap ini adalah pesan yang akan disampaikan Putin kepada Kim dalam pertemuan mereka."

Pada pengarahan dengan Stoltenberg, Blinken mengatakan perjalanan Putin ke Pyongyang adalah tanda "keputusasaan" Putin untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara yang dapat mendukung perangnya di Ukraina.

Dia menambahkan bahwa dukungan China telah memungkinkan Rusia mempertahankan basis industri pertahanannya, memasok 70% impor peralatan mesin Moskow dan 90% mikroelektronika. "Itu harus dihentikan," katanya.

Pekan lalu, Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell mengatakan Washington khawatir dengan apa yang akan diberikan Rusia kepada Korea Utara sebagai imbalan atas senjata yang dipasok Pyongyang.

"Mata uang keras? Apakah energi? Apakah kemampuan yang memungkinkan mereka mengembangkan produk nuklir atau rudalnya? Kami tidak tahu. Tapi kami prihatin dengan hal itu dan memperhatikannya dengan cermat," katanya.

Pejabat tinggi pengawasan senjata Amerika, Wakil Menteri Luar Negeri Bonnie Jenkins, mengatakan dia yakin Korea Utara tertarik untuk memperoleh pesawat tempur, rudal permukaan-ke-udara, kendaraan lapis baja, peralatan atau bahan produksi rudal balistik, dan teknologi canggih lainnya dari Rusia.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Putin-Kim Jong Un Teken Pakta Perjanjian Pertahanan, AS Cs Panik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular