Internasional

Banyak Negara Tak Siap Hadapi 'Kiamat' Ini, Buktinya Bikin Ngeri

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
04 June 2024 14:30
Menghindari suhu panas, petani di Vietnam menanam padi di malam hari. (AFP/NHAC NGUYEN)
Foto: (AFP/NHAC NGUYEN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 50 negara yang paling rentan terhadap 'kiamat' krisis iklim dilaporkan kesulitan membayar utang. Sejak pandemi Covid-19, utang yang mereka miliki telah berlipat ganda dan berada pada level tertinggi dalam lebih dari tiga dekade terakhir.

Lembaga amal Debt Justice mengatakan negara-negara dengan risiko tertinggi terkena dampak pemanasan global membayar 15,5% dari pendapatan pemerintah kepada kreditor eksternal. Jumlah ini naik dari kurang dari 8% sebelum Covid-19 dan 4% pada titik terendah terbaru mereka pada tahun 2010.

"Tingkat utang yang mencapai rekor menghancurkan kemampuan negara-negara yang paling rentan untuk mengatasi darurat iklim," kata Heidi Chow, direktur eksekutif Debt Justice, seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (4/6/2024).

Dengan menggunakan data dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), laporan terbaru lembaga amal tersebut menunjukkan kebutuhan mendesak untuk keringanan utang sehingga negara-negara miskin dapat berinvestasi untuk mengatasi krisis iklim.

"Kita membutuhkan skema keringanan utang yang cepat dan efektif untuk membatalkan utang hingga ke tingkat yang berkelanjutan. Inggris dapat memainkan perannya dengan membuat undang-undang untuk memastikan pemberi pinjaman swasta ikut serta dalam perjanjian keringanan utang internasional," tambah Chow.

Untuk 50 negara yang tercakup dalam laporan tersebut, 38% dari pembayaran bunga eksternal mereka ditujukan kepada pemberi pinjaman swasta, 35% kepada lembaga multilateral, 14% kepada China, dan 13% kepada pemerintah lain.

Dua putaran keringanan utang komprehensif pada akhir 1990-an dan pertengahan 2000-an mengakibatkan penurunan tajam beban utang negara-negara miskin, tetapi pembayaran kembali meningkat terus-menerus sejak 2010-an dan melonjak sejak 2020 hingga kini.

Debt Justice mengutip beberapa alasan untuk krisis utang baru tersebut. Salah satunya adalah bahwa skema penangguhan utang yang disetujui oleh kreditor pada awal pandemi telah berakhir, dan utang yang ditangguhkan tersebut kini harus dilunasi.

Peminjam juga terpukul oleh kenaikan suku bunga global dari level terendah tahun 2010-an. Selain itu, nilai dolar AS yang kuat telah meningkatkan ukuran relatif pembayaran utang luar negeri. Sebagai informasi, sebagian besar utang dibayarkan dalam dolar.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda 'Kiamat' Sudah Hantui India, Ini Buktinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular