Tok! 14 Aktivis Demokrasi Hong Kong Divonis Bersalah Goyang Pemerintah
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengadilan Hong Kong pada Kamis (30/5/2024) menjatuhkan vonis bersalah kepada 14 aktivis demokrasi wilayah itu. Ini terjadi saat China masih terus memperkuat pengaruhnya di wilayah administrasi khususnya itu.
Dalam laporan pengadilan, 14 aktivis itu dihukum karena 'konspirasi untuk melakukan subversi' atas peran mereka dalam mengadakan pemilihan pendahuluan tidak resmi pada tahun 2020 untuk memutuskan siapa yang dapat mengikuti pemilihan anggota parlemen kota.
"Para terdakwa terlibat dalam konspirasi untuk mengganggu tugas dan fungsi pemerintahan dengan maksud untuk menumbangkan kekuasaan negara," ujar panel pengadilan sebagaimana dikutip CNN International.
Sebenarnya, ada 16 aktivis yang rencananya akan didakwa dalam persidangan itu. Namun ada 2 yang memutuskan untuk melakukan banding yakni jurnalis Gwyneth Ho dan mantan anggota parlemen Leung Kwok-hung.
Para aktivis ini termasuk di antara 47 terdakwa dalam apa yang kemudian dikenal sebagai persidangan "Hong Kong 47". Mereka dituntut setelah China memberlakukan undang-undang keamanan nasional di wilayah itu.
Dari 47 orang, dua telah dibebaskan pada hari Kamis dan bebas dari pengadilan. Dua orang yang dibebaskan adalah mantan anggota dewan distrik Lawrence Lau dan Lee Yu-shun, yang ikut serta dalam pemilihan pendahuluan tidak resmi yang diadakan oleh Partai Demokrat pada tahun 2020.
"Hari ini, saya seharusnya tidak menjadi fokus perhatian. Saya harap semua orang akan terus memperhatikan teman-teman lain dalam kasus ini," kata Lau.
"Terima kasih banyak atas kepeduliannya terhadap seluruh terdakwa kasus ini, mohon lanjutkan keprihatinan Anda dan beri mereka cinta."
Human Rights Watch mengecam hukuman terhadap 47 aktivis itu. Lembaga itu beralasan bahwa para pemimpin demokrasi diadili karena "aktivisme damai" dan berpandangan bahwa hukuman tersebut menunjukkan "penghinaan terhadap proses politik demokratis dan supremasi hukum."
Kasus "Hong Kong 47" muncul dari pemilihan pendahuluan tidak resmi yang diadakan oleh oposisi pro-demokrasi pada bulan Juli 2020 untuk badan legislatif kota tersebut. Tujuannya adalah untuk menyaring para kandidat agar yang dapat mengikuti pemilihan resmi adalah beberapa calon yang kompeten
Namun pihak berwenang Hong Kong mengatakan pemungutan suara pendahuluan tersebut adalah "rencana jahat" yang dimaksudkan untuk "melumpuhkan pemerintah dan melemahkan kekuasaan negara". Pemerintah Hong Kong juga menuduh mereka menggunakan mandat untuk memblokir undang-undang keamanan nasional.
Sementara itu, China masih terus berusaha memegang kendali atas Hong Kong. Diketahui, setelah dikembalikan Inggris pada tahun 1997, Hong Kong masih memiliki beberapa peraturan yang sangat berbeda dengan apa yang diberlakukan oleh China.
Profesor emeritus di Universitas Hong Kong, John Burns, mengatakan persidangan ini membuat penerapan konsep hukum yang berlaku di daratan untuk semakin merangsek masuk ke dalam sistem common law.
"Sangat jelas bahwa undang-undang keamanan nasional mengurangi independensi dan otonomi peradilan. Tidak ada juri, jauh lebih sulit mendapatkan jaminan, itu semua adalah hal yang sebelumnya ditentukan oleh hakim," paparnya.
(luc/luc)